Ketanggapan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan publik kerap menghadapi tantangan akibat situasi yang tidak terduga dan bersifat mendesak. Dalam kondisi seperti bencana alam, pandemi, atau gangguan infrastruktur vital, proses pengadaan barang dan jasa yang terlalu kaku justru dapat menghambat penyelesaian masalah.
Oleh karena itu, diperlukan mekanisme pengadaan yang tidak hanya akuntabel, tetapi juga responsif dan adaptif terhadap dinamika kebijakan serta keadaan luar biasa.
Menjawab kebutuhan tersebut, Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 membawa perubahan penting terhadap regulasi pengadaan pemerintah, salah satunya melalui perluasan ruang lingkup penggunaan metode penunjukan langsung.
Melalui perubahan Pasal 38 dan Pasal 59, pemerintah memberikan legitimasi yang lebih tegas untuk melakukan penunjukan langsung dalam keadaan darurat maupun pelaksanaan program prioritas nasional.
Artikel ini akan membahas secara lebih rinci mengenai perluasan kebijakan penunjukan langsung sebagaimana diatur dalam Perpres terbaru, termasuk kondisi yang memperbolehkannya, syarat-syarat pelaksanaannya, serta risiko dan pengendalian yang perlu diantisipasi.
Kebijakan Penunjukan Langsung dalam Perpres No 46 Tahun 2025
Penunjukan langsung merupakan salah satu metode pemilihan penyedia barang/jasa yang pada dasarnya digunakan dalam kondisi tertentu yang dikecualikan dari proses kompetisi terbuka.
Dalam regulasi sebelumnya, yakni Perpres Nomor 16 Tahun 2018 jo. Perpres Nomor 12 Tahun 2021, metode ini hanya diperkenankan dalam situasi yang sangat spesifik seperti pengadaan bernilai kecil, kegiatan yang bersifat rahasia, atau dalam keadaan darurat terbatas.
Namun, dinamika kebutuhan pemerintah dalam menyelenggarakan layanan publik semakin menuntut adanya mekanisme pengadaan yang cepat, sah, dan terkontrol, terutama dalam situasi krisis atau proyek-proyek prioritas yang tidak dapat ditunda.
Di sinilah Perpres Nomor 46 Tahun 2025 hadir memberikan penyesuaian kebijakan yang lebih progresif dan aplikatif di lapangan.
Melalui perubahan Pasal 38 dan penguatan dalam Pasal 59, pemerintah memberikan perluasan justifikasi bagi penggunaan metode penunjukan langsung. Kini, tidak hanya untuk darurat bencana atau gangguan layanan vital, penunjukan langsung juga dimungkinkan dalam rangka:
-
Penanganan keadaan tertentu yang ditetapkan sebagai kondisi khusus oleh pejabat berwenang,
-
Pelaksanaan program prioritas nasional yang membutuhkan kecepatan dan efisiensi eksekusi,
-
Situasi yang dinilai berisiko tinggi jika menggunakan metode tender konvensional.
Kebijakan ini sekaligus menjawab persoalan yang selama ini terjadi di lapangan, di mana kebutuhan percepatan pengadaan sering kali terbentur oleh kekakuan prosedur, meskipun urgensi sudah nyata. Dengan ditetapkannya ketentuan baru ini, pemerintah secara hukum menyediakan jalur cepat yang tetap berada dalam koridor pengadaan yang sah dan terstandar.
Kondisi yang Memungkinkan Penunjukan Langsung
Perpres Nomor 46 Tahun 2025 memperjelas dan memperluas kondisi-kondisi yang memperbolehkan dilakukannya penunjukan langsung sebagai metode pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah.
Setidaknya terdapat dua kategori utama yang menjadi dasar legal penggunaan metode ini: keadaan darurat dan pelaksanaan program prioritas nasional.
1. Keadaan Darurat
Merujuk pada Pasal 59, penunjukan langsung diperbolehkan dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa manusia, kelangsungan pelayanan publik, atau integritas aset negara. Keadaan darurat ini dapat berupa:
-
Bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, atau kebakaran hutan yang memerlukan pemulihan infrastruktur atau penyediaan logistik dalam waktu cepat.
-
Bencana non-alam, seperti pandemi, kegagalan sistem teknologi informasi, atau krisis energi.
-
Gangguan sosial atau keamanan, seperti kerusuhan massa atau tindakan sabotase terhadap fasilitas publik.
-
Kerusakan infrastruktur vital, seperti jembatan utama yang runtuh, gangguan sistem transportasi, atau terputusnya layanan air dan listrik secara masif.
Dalam situasi tersebut, penunjukan langsung dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa proses pemilihan penyedia secara normal (lelang atau seleksi) akan memakan waktu yang tidak sebanding dengan risiko dan kebutuhan lapangan.
2. Kepentingan Nasional dan Program Strategis Pemerintah
Selain darurat, Pasal 38 ayat (5) juga memperluas cakupan penunjukan langsung untuk pengadaan yang dilakukan dalam rangka:
-
Mendukung kebijakan strategis nasional, termasuk proyek prioritas yang ditetapkan oleh Presiden atau Kementerian Teknis.
-
Pelaksanaan program yang dibatasi oleh waktu, lokasi, atau ketersediaan penyedia khusus, misalnya proyek konstruksi dalam agenda kenegaraan atau penyediaan infrastruktur untuk acara internasional.
-
Situasi tertentu lainnya yang secara administratif dan teknis dapat dibuktikan mengharuskan percepatan pengadaan tanpa mengorbankan prinsip kehati-hatian.
Kriteria “keadaan tertentu” yang disebutkan dalam Pasal 38 dimaknai sebagai kondisi yang tidak tergolong darurat, namun tetap membutuhkan pendekatan pengadaan yang tidak biasa karena alasan strategis, efisiensi, atau keberlangsungan layanan pemerintah.
Persyaratan dan Prosedur Pelaksanaan
Meskipun pemerintah memberikan ruang yang lebih luas bagi pelaksanaan penunjukan langsung, mekanisme ini tidak serta-merta dapat digunakan secara bebas.
Perpres Nomor 46 Tahun 2025 menegaskan bahwa penggunaan metode ini tetap harus memenuhi persyaratan ketat dan prosedur yang tertib, yaitu.
1. Justifikasi Keadaan
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa kondisi yang melatarbelakangi penunjukan langsung benar-benar sahih. Baik untuk keadaan darurat (Pasal 59) maupun keadaan tertentu (Pasal 38 ayat 5), pengguna anggaran atau pejabat yang berwenang harus menyusun dokumen justifikasi tertulis yang memuat:
-
Penjelasan mengenai keadaan yang mendesak atau strategis,
-
Risiko jika pengadaan dilakukan melalui metode biasa,
-
Dasar hukum dan urgensi kebutuhan barang/jasa yang dimaksud.
Justifikasi ini menjadi dasar legal dan administrasi bagi semua proses selanjutnya, serta penting dalam konteks pemeriksaan atau audit oleh lembaga pengawasan.
2. Pemilihan Penyedia yang Layak
Meski tidak melalui proses kompetisi, pemilihan penyedia dalam penunjukan langsung tetap wajib mempertimbangkan kualifikasi dan rekam jejak penyedia. PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) harus memastikan bahwa penyedia:
-
Memiliki kompetensi dan kapasitas sesuai kebutuhan,
-
Tidak masuk dalam daftar hitam (blacklist),
-
Memenuhi standar teknis dan administratif yang relevan.
Ini penting untuk menjaga kualitas hasil pekerjaan dan menghindari risiko kegagalan pelaksanaan di tengah situasi mendesak.
3. Evaluasi Kewajaran Harga
Salah satu aspek yang sering dikritisi dalam penunjukan langsung adalah risiko penggelembungan harga. Oleh karena itu, evaluasi kewajaran harga tetap menjadi kewajiban, bahkan dalam keadaan darurat. PPK harus menggunakan referensi seperti:
-
Harga pasar wajar,
-
Kontrak sejenis sebelumnya (jika ada),
-
Katalog elektronik (jika relevan).
Dengan demikian, keputusan harga tetap bisa dipertanggungjawabkan secara objektif.
4. Dokumentasi dan Pertanggungjawaban
Seluruh proses penunjukan langsung harus tercatat dalam bentuk dokumen pengadaan yang lengkap dan sah. Minimal meliputi:
-
Justifikasi keadaan darurat/keadaan tertentu,
-
Penilaian terhadap penyedia,
-
Evaluasi harga,
-
Surat penunjukan langsung,
-
Kontrak yang ditandatangani para pihak.
Selain itu, laporan pelaksanaan pengadaan wajib disampaikan ke Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) dan dapat diperiksa oleh pengawas internal maupun eksternal.
Risiko, Pengendalian, dan Mitigasi
Meskipun penunjukan langsung memberikan solusi atas kebutuhan pengadaan yang bersifat mendesak atau strategis, metode ini juga mengandung risiko yang tidak dapat diabaikan.
Oleh karena itu, Perpres Nomor 46 Tahun 2025 mengatur bahwa pelaksanaannya harus tetap dalam koridor pengawasan yang ketat dan prinsip kehati-hatian.
1. Risiko Utama dalam Penunjukan Langsung
Beberapa risiko yang paling sering muncul dalam praktik penunjukan langsung antara lain:
-
Penggelembungan harga (mark-up): karena tidak melalui mekanisme persaingan, harga bisa lebih tinggi dari harga pasar jika tidak dikendalikan secara tepat.
-
Pemilihan penyedia yang tidak kompeten: tanpa evaluasi kualifikasi yang memadai, risiko kegagalan pelaksanaan menjadi lebih besar.
-
Konflik kepentingan: potensi keterlibatan pihak internal dalam menentukan penyedia yang “diatur” sejak awal.
-
Dokumentasi tidak lengkap atau manipulatif: menjadi titik lemah saat dilakukan audit atau pemeriksaan.
Risiko-risiko ini, jika tidak diantisipasi, dapat merusak kredibilitas pengadaan pemerintah dan berujung pada temuan hukum atau administratif.
2. Mekanisme Pengendalian yang Disarankan
Untuk meminimalkan risiko tersebut, pelaksanaan penunjukan langsung harus dilengkapi dengan langkah-langkah pengendalian berikut:
-
Audit trail administratif yang lengkap: seluruh proses — mulai dari justifikasi, evaluasi harga, hingga penunjukan penyedia — harus terdokumentasi secara kronologis dan terdigitalisasi bila memungkinkan.
-
Keterlibatan Unit Pengadaan dan APIP: UKPBJ dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) harus dilibatkan sejak awal, khususnya dalam penilaian kewajaran harga dan validitas keadaan darurat.
-
Pelaporan berkala dan terbuka: meski tidak wajib diumumkan seperti tender umum, pelaporan internal wajib dilakukan agar instansi pengawas dapat memantau intensitas dan pola penggunaan metode ini.
3. Strategi Mitigasi Jangka Panjang
Selain pengendalian teknis operasional, strategi mitigasi jangka panjang juga perlu dikembangkan agar pemanfaatan penunjukan langsung tidak menjadi kebiasaan yang menumpulkan prinsip kompetisi dalam pengadaan. Beberapa langkah yang dapat diterapkan antara lain:
-
Peningkatan kapasitas PPK dan pengelola pengadaan dalam melakukan justifikasi dan dokumentasi teknis.
-
Pemanfaatan sistem pengadaan elektronik (SPSE) untuk mencatat seluruh aktivitas penunjukan langsung secara sistematis.
-
Monitoring oleh pimpinan instansi secara berkala terhadap semua paket yang dilaksanakan dengan metode ini, untuk mencegah penyalahgunaan pola.
Dengan pengendalian yang memadai dan kesadaran atas risiko yang melekat, penunjukan langsung dapat menjadi alat yang efektif dalam menjawab kebutuhan pengadaan yang sangat mendesak — tanpa mengorbankan prinsip integritas. Di sinilah peran manajemen risiko dan pengawasan menjadi pilar utama dari keberhasilan kebijakan ini.
0 Response to "Penunjukan Langsung dalam Perpres 46/2025: Respons Cepat Pemerintah untuk Pengadaan di Situasi Khusus"
Posting Komentar