Salah satu aspek yang menjadi sorotan dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 adalah diperluasnya fleksibilitas mekanisme pengadaan, khususnya melalui pengaturan baru mengenai repeat order, penunjukan langsung dalam keadaan darurat, dan perubahan kontrak di luar batas standar.
Tiga instrumen tersebut memberikan ruang manuver yang lebih luas bagi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk bergerak cepat dalam memenuhi kebutuhan strategis maupun mendesak, tanpa terhambat oleh proses administrasi yang kompleks.
Fleksibilitas ini menjadi sangat relevan dalam konteks pelaksanaan program prioritas nasional, respons terhadap bencana alam, maupun dukungan terhadap stabilitas ekonomi dan sosial.
Selain itu, penguatan aspek legal terhadap mekanisme repeat order yang sebelumnya sering menimbulkan tafsir berbeda, kini memberikan kepastian hukum bagi para pelaku pengadaan.
Artikel ini secara khusus akan mengulas secara mendalam ketentuan terbaru terkait repeat order, ya. Untuk dua instrumen sisanya akan dijelaskan pada post artikel setelah ini.
Repeat Order di Perpres Nomor 46 Tahun 2025
Salah satu terobosan penting dalam Perpres 46 Tahun 2025 adalah dilegalkannya mekanisme repeat order sebagai metode pemilihan penyedia barang/jasa. Sebelumnya, pelaksanaan repeat order sering kali dilakukan dengan kehati-hatian ekstra karena tidak memiliki dasar hukum eksplisit dalam Perpres 16 Tahun 2018 maupun Perpres 12 Tahun 2021.
Kini, melalui pembaruan pada Pasal 38, pemerintah secara resmi mengatur dan mengakui repeat order sebagai bagian dari metode pengadaan yang sah.
Repeat order atau pemesanan ulang adalah mekanisme yang memungkinkan pengguna anggaran melakukan pemesanan kembali kepada penyedia yang sama untuk barang/jasa sejenis, dalam batas nilai dan waktu tertentu, tanpa melalui proses pemilihan penyedia baru.
Ketentuan ini memberikan keuntungan signifikan dari sisi efisiensi waktu dan administrasi, terutama untuk pengadaan dengan karakteristik kebutuhan berulang dan penyedia yang terbukti mampu memenuhi spesifikasi dan kinerja kontrak sebelumnya.
Dalam Perpres 46 Tahun 2025, repeat order diatur dengan sejumlah persyaratan yang ketat, untuk memastikan akuntabilitas dan tidak disalahgunakan. Beberapa poin utama yang menjadi landasan pelaksanaan repeat order antara lain:
-
Repeat order hanya dapat dilakukan terhadap pengadaan yang sebelumnya sudah dilaksanakan melalui metode kompetitif.
-
Penyedia yang dipilih harus memiliki kinerja baik, tanpa catatan wanprestasi.
-
Nilai repeat order dibatasi secara proporsional dari nilai kontrak awal.
-
Repeat order hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu sejak kontrak pertama selesai.
Ketentuan ini menegaskan bahwa repeat order bukanlah bentuk penghindaran dari prinsip persaingan, melainkan respons rasional terhadap kebutuhan efisiensi dalam pengadaan yang bersifat standar dan sudah teruji.
Misalnya, pembelian alat kesehatan dengan spesifikasi teknis yang sama untuk lokasi berbeda, atau pengadaan barang operasional yang dibutuhkan secara rutin oleh instansi pemerintah.
Legalisasi repeat order juga membuka peluang bagi pemerintah untuk mengoptimalkan kerja sama jangka menengah dengan penyedia yang memiliki kinerja konsisten, sekaligus mempercepat realisasi anggaran dalam mendukung pelayanan publik.
Namun demikian, pelaksanaannya tetap harus dicatat secara tertib dalam dokumen kontraktual, dan dilaporkan sebagai bagian dari pengawasan pengadaan. Hal ini penting agar repeat order tidak menimbulkan celah moral hazard atau praktik pengadaan yang tertutup.
Dengan pembaruan ini, pemerintah mendorong agar proses pengadaan tetap fleksibel dan adaptif, tanpa mengorbankan prinsip akuntabilitas dan pengendalian risiko. Pendekatan ini memperkuat posisi pengadaan sebagai alat strategis dalam mendukung kesinambungan pelayanan publik di tengah dinamika kebijakan dan situasi di luar kendali.
0 Response to "Repeat Order Dilegalisasi: Terobosan Efisiensi Pengadaan dalam Perpres 46 Tahun 2025"
Posting Komentar