Turnkey, Kinerja, dan Payung! Perpres 46 tahun 2025 Ubah Aturan Main Kontrak Proyek

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 sebagai perubahan atas Perpres 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Perubahan ini mencakup sejumlah penyempurnaan, salah satunya pada pengaturan mengenai jenis-jenis kontrak yang dapat digunakan dalam proses pengadaan.

Melalui beleid terbaru ini, pemerintah menambahkan beberapa bentuk kontrak yang sebelumnya belum diatur secara eksplisit, seperti kontrak turnkey, kontrak berbasis kinerja, serta kontrak payung. Selain itu, diperkenalkan pula pendekatan baru dalam pengadaan berupa skema Supply by Owner, yang mengubah sebagian pola kerja antara penyedia dan pengguna anggaran.

Artikel ini akan membahas bagian penting dari Perpres 46 Tahun 2025, khususnya Pasal 20, 27, dan 28, yang memuat pengaturan baru mengenai jenis kontrak. Pemahaman terhadap perubahan ini penting untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi sekaligus meningkatkan kesiapan dalam mengikuti proses pengadaan ke depan.




Apa yang Diubah? Telaah Inti Pasal 20, 27, dan 28

Perubahan penting dalam Perpres 46 Tahun 2025 terlihat jelas dalam tiga pasal kunci yang berkaitan dengan kontrak pengadaan, yaitu Pasal 20, Pasal 27, dan Pasal 28

Ketiganya memberikan kerangka baru bagi pelaksanaan pengadaan pemerintah, mulai dari jenis kontrak yang dapat digunakan, dasar pemilihannya, hingga substansi dokumen yang menyertainya.

Pasal 20: Penambahan Jenis Kontrak

Pasal 20 mengalami pembaruan penting melalui perluasan jenis kontrak yang dapat digunakan. Selain kontrak yang telah dikenal sebelumnya (seperti kontrak harga satuan, kontrak lumpsum, atau kontrak gabungan), kini terdapat tiga tambahan bentuk kontrak, yaitu:

  • Kontrak Berbasis Kinerja

  • Kontrak Turnkey

  • Kontrak Payung (Framework Contract)

Penambahan ini memberikan fleksibilitas lebih besar dalam memilih bentuk kontrak yang paling sesuai dengan karakteristik pekerjaan. 

Baca juga: Rumus Kontrak Lumpsum dan Harga Satuan dalam Pengadaan Barang/Jasa

Dengan demikian, proses pengadaan tidak lagi terpaku pada pendekatan konvensional, tetapi bisa disesuaikan dengan kompleksitas teknis dan ekspektasi hasil akhir.


Pasal 27: Prinsip Pemilihan Jenis Kontrak

Pasal 27 menekankan bahwa pemilihan jenis kontrak harus dilakukan secara cermat berdasarkan sifat dan karakteristik pekerjaan yang akan dilaksanakan. 

Peraturan ini menegaskan bahwa pemilihan tidak boleh semata-mata didasarkan pada kebiasaan, tetapi harus mempertimbangkan aspek berikut:

  • Tingkat kompleksitas pekerjaan,

  • Hasil/output yang diharapkan,

  • Risiko pelaksanaan,

  • Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pekerjaan.


Artinya, penyusunan dokumen pengadaan perlu semakin presisi dalam menentukan jenis kontrak. Pemilihan yang tidak tepat bisa berdampak pada kesulitan dalam pelaksanaan dan pengendalian output.

Pasal 28: Penyesuaian Substansi Dokumen Kontrak

Pasal 28 mengatur isi atau substansi kontrak. Dokumen kontrak kini diharuskan menyesuaikan dengan karakteristik jenis kontrak yang digunakan. Ini termasuk:

  • Ketentuan tentang indikator kinerja, bila menggunakan kontrak berbasis kinerja;

  • Rincian tahap pekerjaan dan serah terima keseluruhan, untuk kontrak turnkey;

  • Skema pemesanan berkala dan mekanisme pembayaran, untuk kontrak payung.

Dengan adanya penyesuaian ini, kontrak diharapkan tidak hanya menjadi alat formalitas administratif, tetapi benar-benar mencerminkan kebutuhan dan kondisi lapangan yang sesungguhnya.

Jenis Kontrak Baru: Apa dan Bagaimana Cara Mainnya?


Berikut adalah tiga jenis kontrak baru yang diatur secara eksplisit dalam peraturan ini:


1. Kontrak Turnkey

Kontrak turnkey adalah bentuk kontrak di mana penyedia bertanggung jawab penuh terhadap seluruh proses perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan hingga proyek siap digunakan. Pengguna hanya perlu “menyalakan kunci” pada akhir pekerjaan, karena segala aspek teknis dan administratif telah ditangani oleh penyedia.


Kapan Digunakan

  • Cocok untuk proyek infrastruktur skala besar, seperti rumah sakit, sistem jaringan air bersih, atau sistem TI yang kompleks.

  • Digunakan ketika dibutuhkan integrasi antara perencanaan dan pelaksanaan dalam satu kesatuan tanggung jawab.


Konsekuensi Teknis

  • Risiko lebih besar berada di pihak penyedia.

  • Diperlukan kompetensi tinggi dari penyedia untuk mengelola seluruh tahapan pekerjaan secara menyeluruh.


2. Kontrak Berbasis Kinerja


Kontrak ini menitikberatkan pada pencapaian hasil atau keluaran (output), bukan pada jumlah input atau aktivitas yang dilakukan. Pembayaran dilakukan berdasarkan kinerja atau tingkat keberhasilan penyedia dalam memenuhi indikator yang telah ditentukan.

Kapan Digunakan

  • Sesuai untuk pekerjaan jasa berkelanjutan seperti pengelolaan kebersihan, pemeliharaan fasilitas, layanan TI, dan sejenisnya.

  • Cocok digunakan ketika keberhasilan pekerjaan sangat bergantung pada mutu hasil yang terukur.

Konsekuensi Teknis

  • Diperlukan indikator kinerja (KPI) yang terukur dan objektif.

  • Pengendalian mutu dan evaluasi hasil menjadi bagian penting dari pengawasan kontrak.

3. Kontrak Payung (Framework Contract)


Kontrak payung adalah kontrak jangka menengah/panjang yang memungkinkan pengguna melakukan pemesanan barang atau jasa secara bertahap sesuai kebutuhan, dalam periode dan pagu anggaran tertentu. 

Hubungan kontraktual bersifat berkelanjutan dengan mekanisme pemesanan turunan (call-off order).

Kapan Digunakan

  • Efektif untuk kebutuhan yang bersifat rutin atau berulang, seperti alat tulis kantor, bahan habis pakai, atau jasa pemeliharaan berkala.

  • Dapat diterapkan untuk menjamin kesinambungan pasokan tanpa perlu proses tender berulang.

Konsekuensi Teknis

  • Perlu ketentuan yang jelas tentang volume maksimum, jangka waktu, dan tata cara pemesanan.

  • Cocok untuk efisiensi proses administrasi dan pengendalian anggaran.

Ketiga jenis kontrak baru ini memberi ruang bagi Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah untuk memilih bentuk kontrak yang lebih tepat guna. Namun, penerapannya memerlukan pemahaman yang mendalam baik dari sisi pengguna maupun penyedia, karena masing-masing membawa implikasi teknis, administratif, dan risiko yang berbeda.


Konsep Baru: Supply by Owner

Selain penambahan jenis kontrak, Perpres 46 Tahun 2025 juga memperkenalkan satu pendekatan baru dalam pengelolaan tanggung jawab pengadaan, yaitu konsep Supply by Owner


Apa Itu Supply by Owner?

Supply by Owner merujuk pada skema di mana barang atau peralatan tertentu disediakan langsung oleh pihak pengguna anggaran, bukan oleh penyedia. Penyedia hanya bertugas melakukan pekerjaan menggunakan barang atau input tersebut.

Contohnya, dalam pembangunan fasilitas, bahan utama seperti generator atau modul teknologi tinggi dapat dibeli lebih dulu oleh instansi pemerintah (misalnya melalui pengadaan terpisah), lalu diserahkan kepada penyedia untuk digunakan dalam pelaksanaan fisik pekerjaan.

Tujuan dan Alasan Penerapan

Penerapan konsep Supply by Owner umumnya dipertimbangkan dalam kondisi-kondisi berikut:

  • Barang memiliki spesifikasi teknis tinggi dan perlu dikendalikan langsung oleh pemerintah untuk menjamin keseragaman kualitas.

  • Harga barang fluktuatif atau pengadaan dalam jumlah besar lebih efisien bila dilakukan terpusat.

  • Pekerjaan harus segera dimulai, sementara barang utama sudah tersedia di pihak pengguna.

Dengan kata lain, pendekatan ini memberikan fleksibilitas dalam pembagian tanggung jawab pengadaan antara pengguna dan penyedia, terutama untuk proyek strategis atau yang memerlukan pengendalian mutu yang ketat.


Implikasi Teknis dan Kontraktual

Penggunaan Supply by Owner membawa sejumlah implikasi teknis yang perlu diperhatikan dalam dokumen kontrak dan pelaksanaan di lapangan:

  • Perlu kejelasan dalam spesifikasi dan waktu penyerahan barang dari pengguna ke penyedia.

  • Risiko keterlambatan penyediaan oleh pengguna dapat berdampak pada pelaksanaan pekerjaan penyedia.

  • Harus disebutkan secara eksplisit dalam dokumen kontrak, termasuk daftar barang, tanggung jawab, dan prosedur serah terima.

Dengan demikian, meskipun menawarkan fleksibilitas, Supply by Owner juga memerlukan perencanaan dan koordinasi yang lebih ketat agar tidak menjadi sumber hambatan dalam pelaksanaan proyek.


Itulah ulasan mengenai perubahan penting dalam pengaturan kontrak pengadaan sebagaimana tertuang dalam Perpres 46 Tahun 2025. Mulai dari masuknya jenis kontrak turnkey, berbasis kinerja, hingga kontrak payung, serta pendekatan Supply by Owner yang memungkinkan fleksibilitas tanggung jawab antara pengguna dan penyedia.

0 Response to "Turnkey, Kinerja, dan Payung! Perpres 46 tahun 2025 Ubah Aturan Main Kontrak Proyek"

Posting Komentar