Sifat Mekanis Bahan

Dalam industri manufaktur pemakaian bahan logam merupakan hal yang umum karena sifatnya yang mudah ditempa untuk dibuat produk tertentu. Pembuatan produk jadi atau setengah jadi dalam sebuah industri tentu sudah didasarkan atas sifat-sifat mekanis yang khas dari bahan, baik kekerasanya, keuletannya, kekokohannya, dan lain sebagainya.

Oleh karenanya, untuk menjaga dan mempertahankan pada batas-batas yang diperbolehkan, maka dibutuhkan suatu pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mekanis bahan yang kemudian dapat menimbulkan tegangan-tegangan sehingga menimbulkan deformasi atau perubahan bentuk pada sebuah bahan tersebut.


Apa itu Sifat Mekanis Bahan?


Sifat Mekanis adalah sifat-sifat dari bahan yang berkaitan dengan kelakuan (behavior) terhadap pembebanan mekanik pada sebuah logam. Sifat-sifat ini perlu dipertimbangkan ketika menentukan produk material konstruksi berbahan logam yang akan digunakan serta proses pengolahan yang dilakukan.

Sifat-sifat mekanis dari sebuah bahan material tersebut didasarkan pada hasil percobaan dengan melakukan pembebanan yang meliputi keadaan beban, arah beban, dan lama waktu pembebanan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sifat Mekanis Bahan

Sebuah logam memperoleh sifat mekanisnya dari pengaruh kombinasi komposisi kimia, perlakuan panas dan proses manufaktur di sebuah industri. 

Dengan menambahkan unsur-unsur lain dalam sebuah material logam dengan jumlah sangat kecil sekali pun dapat memiliki efek yang nyata pada sifat-sifat logam. Kekuatan material logam, misalnya baja, dapat ditingkatkan dengan menambahkan komposisi seperti mangan, niobium dan vanadium. Namun, penambahan paduan ini juga dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis bahan lainnya, seperti elastisitas, kekerasan, dan kemampuan las.

Unsur penambahan komponen material tersebut juga dapat menghasilkan respon yang berbeda-beda ketika bahan dikenakan perlakuan panas yang kemudian dilakukan pendinginan pada tingkatan tertentu. Proses manufaktur mungkin melibatkan kombinasi perlakuan panas dan kerja mekanis yang sangat penting untuk performa sebuah material logam.

Kerja mekanis terjadi ketika material logam sedang digulung atau dibentuk. Semakin banyak material logam digulung, akan semakin kua. Dengan meningkatnya ketebalan tersebut maka tampak jelas dalam standar material tingkat yield strength (kekuatan luluh) akan mengalami pengurangan.

Berikut ini adalah beberapa sifat mekanis bahan material yang dapat mempengaruhi bagaimana sebuah material merespon beban yang bekerja padanya:

1. Stiffness (kekakuan) 


Sifat mekanis bahan yang pertama adalah kekakuan yang merupakan kemampuan renggang pada sebuah material terhadap tegangan tinggi, tanpa diikuti regangan yang besar. 

Stifness atau kekakuan ini merupakan ketahanan terhadap deformasi. Dalam sebuah fungsi modulus, kekakuan bahan disimbolkan dengan elastisitas E. 

Sebuah material yang mempunyai nilai elastisitas E tinggi, seperti materal baja dengan E = 207.000 Mpa, akan berdeformasi lebih kecil terhadap beban yang menimbulkan kekuatan lebih tinggi daripada material dengan nilai E lebih rendah, contohnya material kayu dengan elastisitas E sebesar 7000 Mpa atau kurang.


2. Strength (kekuatan)


Ketika sebuah bahan logam dikenai tegangan paling besar maka akan terjadi renggang sebelum rusak atau patah (failure). Nah, nilai kekuatan pada sifat mekanik bahan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

  • Yield strength (kekuatan luluh), ialah tegangan minimum ketika suatu material logam kehilangan sifat elastisnya.
  • Tensile strength (kekuatan tarik), ialah tegangan maksimum yang bisa ditahan oleh sebuah material logam ketika diregangkan atau ditarik, sebelum bahan tersebut rusak (failure). 

Yang pasti adalah tidak ada satu nilai yang cukup bisa untuk mendefinisikan kekuatan, karena perilaku bahan produk berbeda terhadap beban dan sifat pembebanan. Oleh karenanya terdapat Ultimate Tensile Strength (UTS) atau kekuatan tarik maksimum yang menentukan kisaran nilai yang diizinkan pada pembebanan ataupun uji tarik.

Secara umum beberapa bahan material dapat patah begitu saja meskipun bahan tersebut tidak mengalami deformasi, yang berarti benda tersebut bersifat rapuh atau getas (brittle). Namun di sisi lain terdapat bahan lainnya yang akan mengalami perenggangan terlebih dahulu sebelum patah, yang dikenal dengan benda elastis (ductile).

Uji tarik dilakukan dengan cara mencatat adanya nilai perubahan regangan dan tegangan ketika bahan tersebut dilakukan pengujian. Nilai tersebut tidak bergantung pada ukuran bahan, melainkan karena faktor jenis bahan. Contohnya adanya keberadaan zat pengotor dalam bahan, temperatur dan kondisi kelembaban lingkungan pengujian.


3. Elasticity (elastisitas)


Yaitu sifat mekanis bahan material yang dapat kembali ke dimensi awal setelah beban ditiadakan/dihilangkan. Untuk menentukan nilai elastisitas yaitu dengan cara menentukan rentang elastisitas atau batas elastisitas.


4. Ductility (keuletan)


Ductility adalah ukuran tingkat sebuah material dapat memanjang di bawah beban tarik sampai batas tertentu. Ductility perlu diperhatikan ketika pemanfaatn sebuah logam. Pengukuran ductility ini berguna untuk mengurangi risiko perambatan retak sehingga ketika sebuah material logam difabrikasi pengelasan, pembengkokan, dan pelurusan dapat diolah dengan cara yang tepat.

Besar nilai keuletan tersebut dapat dinyatakan dengan rumus pertambahan dan pengurangan luas sebagai berikut :

  • Persen Pertambahan sebuah material = (pertambahan panjang ukur : panjang ukur awal) x 100%
  • Persen pengurangan luas sebuah material = ((luas awal – luas akhir): Luas awal)) x 100%

Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa keuletan suatu material dapat ditandai dengan persen perpanjangan panjang ukur spesimen selama uji tarik dan persen pengurangan luas penampang. 

Sebuah material dapat dikatakan sebagai material ulet apabila ketika ditarik dengan gaya tarik tertentu akan menjadi kawat tipis panjang, tanpa adanya kerusakan.


5. Brittleness (kegetasan)


Yaitu sifat mekanis bahan material yang menunjukkan tidak adanya deformasi plastis sebelum mengalami kerusakan. Jadi, material dikatakan getas apabila tiba-tiba mengalami kerusakan, tanpa adanya tanda terlebih dahulu. 

Sebagai contoh material getas adalah beton bertulang, batu, dan semen cor, yang umumnya dilakukan penentuan kekuatan dengan uji tekanm karena dalam uji tarik tidak sangatlah lemah.

Material-material tersebut tidak mengalami proses pengecilan penampang (necking down process).

6. Malleability (kelunakan)


Yaitu sifat mekanis bahan yang ditunjukkan dengan timbulnya deformasi plastis terhadap beban tekan yang bekerja sebelum benar-benar mengalami kerusakan/patah. Contohnya adalah tanah liat.

7. Toughness (ketangguhan/kekerasan)

Yaitu sifat mekanis material yang dipengaruhi oleh beban impack tinggi atau beban kejut. Jika sebuah material mendapat beban impack, maka sebagian energi diserap dan sebagian energi dipindahkan. 

Pengukuran ketangguhan dilakukan dengan cara mengidentifikasi luasan di bawah kurva tegangan-regangan dari titik asal ke titik patah. Jika sebuah material logam tidak cukup kuat, retakan dapat merambat dengan cepat dan menghasilkan patah getas. Faktor yang mempengaruhinya adalah ketebalan, tegangan tarik, penguat stres dan terjadi pada temperatur.

8. Durability (Ketahanan)

Sifat penting lainnya dari mekanis bahan adalah pencegahan korosi dan pelapukan. Ketika suatu logam tahan karat, misalnya baja, masih perlu diberikan pelindungan anti korosi dengan cara mengecat atau galvanizing

Baca juga: Metode Pengerjaan Galvanisasi

Jenis dan tingkat perlindungan lapisan yang diperlukan tergantung pada tingkat paparan, lokasi, umur desain, dan lain sebagainya. 


8. Resilience (kelenturan)


Yaitu sifat mekanis material yang ditunjukkan dengan menerima beban impak tinggi (pembebanan cepat), tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. 

Proses ini diubah dalam berbagai respn dengan menyerap energi selama proses pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika material tidak dibebani. Cara mengukur kelenturan atau resilience ini sama dengan pengukuran ketangguhan.


9. Weldability (Kemampuan Las)

Pada dasarnya semua logam struktural dapat dilakukan pengelasan.  Pengelasan melibatkan proses melelehkan material logam secara lokal yang kemudian mendingin. 

Kecepatan proses pendinginan bergantung pada kondisi dan juga material di sekitarnya. Sebagai contoh, material balok (beam) menawarkan “heat sink” (perangkat atau substansi untuk menyerap panas yang berlebihan atau tidak diinginkan) besar yang dapat menyebabkan terjadinya pengerasan “heat affected zone (HAZ)” atau zona terkena panas dan mengurangi toughness (kekerasan).

0 Response to "Sifat Mekanis Bahan"

Post a Comment