Mudah Memahami Apa itu Window Dressing, Contohnya, dan Hukumnya

Sejumlah perusahaan, terutama perusahaan go public, laporan keuangan tahunannya dapat kita gunakan untuk menilai kinerja dan pertumbuhannya. Ukuran besar kecilnya suatu perusahaan dapat dilihat dari nilai asetnya, semakin besar nilai aset suatu perusahaan maka semakin besar pula ukuran perusahaan go public tersebut.

Melihat pentingnya nilai aset, maka perusahaan akan senantiasa mempertahankan nilai asetnya dari tahun ke tahun. Sebuah perusahaan dapat melakukan banyak hal untuk mempertahankan asetnya, baik dengan meningkatkan kinerjanya ataupun dengan cara melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan atau yang disebut dengan window-dressing.

Untuk lebih memahami apa itu window-dressing dan apakah hukumnya boleh melakukan windo dressing? Kamu bisa membacanya pada artikel di bawah ini.




Pengertian Window-Dressing


Berdasarkan kamus Bank Indonesia disebutkan bahwa window dressing adalah penyajian laporan keuangan yang direkayasa sehingga menggambarkan kondisi keuangan yang lebih baik dairipada keadaan sesungguhnya.

Dengan kata lain, window dressing adalah strategi transaksi yang menunjukkan neraca tiga bulan terakhir di akhir tahun pada sebuah emiten terlihat lebih menguntungkan dibandingkan operasional mereka sepanjang kuartal.

Dalam dunia pasar modal, akuntansi dan keuangan, window dressing adalah sebagai suatu rekayasa akuntansi. Corporate action tersebut dilakukan sebagai bentuk upaya untuk menyajikan gambaran keuangan perusahaan yang lebih baik daripada yang sebenarnya.

Caranya dalam melakukan window dressing adalah dengan menetapkan aktiva atau pendapatan terlalu tinggi dan menetapkan kewajiban atau beban terlalu rendah dalam laporan keuangan. 

Window dressing umumnya dilakukan pada saat menjelang tutup buku laporan keuangan. Hal ini karena adanya aksi Manajer Investasi (MI) yang melakukan transaksi, terutama untuk jenis saham yang ada dalam portofolio efeknya yang bertujuan mengangkat harga saham yang dimilikinya.


Window-Dressing Pada Perusahaan Perbankan


Diakui secara luas, lembaga jasa keuangan seperti perbankan memiliki kelebihan dibandingkan perusahaan lain. Secara bersamaan bank memiliki kesempatan yang besar untuk melakukan window-dressing. Perbankan dapat melakukan insentif berbagai transaksi sementara untuk membuat neraca quarter-end dan year- end pada setiap tahun agar terlihat lebih menguntungkan dibandingkan operasional yang terjadi sepanjang kuartal. 

Sebagai contoh, untuk membuat window dressing pada neraca keuangannya, sebuah bank dapat:

  • Melakukan pinjaman sementara melalui Bank Sentral dan investasi dalam sekuritas yang likuid.
  • Mengumpulkan dana dari masyarkat dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito atau surat berharga lainnya secara besar-besaran di akhir tahun.
  • Meningkatkan total aset perbankan yang akan berpengaruh terhadap ukuran dan pertumbuhannya.
  • Meningkatkan penampilan dari ukuran dan pertumbuhan.

Aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan perbankan tersebut cenderung menuju kearah window dressing karena peningkatan aset tersebut merupakan peningkatan aset yang sementara di akhir tahun.

Berdasarkan window dressing yang telah dilakukan tersebut, total kepemilikan aset bank akan berpengaruh terhadap penampilan bank, sehingga para pihak yang berkepentingan (shareholders) akan menunggu untuk melihat laporan keuangan akhir tahun bank.

Di Indonesia sendiri, Bank Indonesia secara rutin akan merilis 10 peringkat terbesar perbankan yang dilihat dari segi total jumlah assetnya. Oleh karenanya, sepuluh bank besar tersebut akan menjadi sorotan bagi publik.

Hubungan The Bonus Plan Hypothesis dan Window Dressing


The bonus plan hypothesis menyatakan bahwa para manajer perusahaan cenderung memilih kebijakan akuntansi yang dapat meningkatkan laba sehingga ia bakal mendapatkan remuneration (imbalan) yang tinggi. 

Ketika remuneration (imbalan) yang ia dapatkan bergantung pada bonus, dimana jumlah bonus  dipengaruhi oleh laporan keuangan perusahaan atau net income perusahaan, maka mungkin  saja manajer perusahaan  akan meningkatkan laporan pendapatannya saat ini. Satu cara untuk dapat melakukan hal tersebut adalah memilih kebijakan akuntansi dengan meningkatkan laporan laporan keuangan saat ini.

The bonus plan hypothesis ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi manajemen laba. Proksi manajemen laba pada sebuah perusaahn ternyata tidak hanya dilakukan melalui pemilihan kebijakan akuntansi akan tetapi dapat dilakukan juga dengan tindakan yang riil, yaitu seperti praktik  window dressing.

Tindakan window dressing tersebut dilakukan dengan meningkatkan aset di akhir tahun yang sementara untuk menciptakan nilai aset yang tinggi pada laporan keuangan tahun tersebut. 

Apabila nilai total aset dapat membawa perusahaan go public tersebut dalam peringkat LQ45 atau saham blue chip, maka hal tersebut dapat membuat perusahaan lebih dikenal dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. 

Dengan demikian perusahaan tersebut dapat dengan mudah menghimpun dana pihak ketiga yang lebih besar dan meningkatkan jumlah kredit yang disalurkan, sehingga aktivitas tersebut dapat meningkatkan perolehan laba perusahaan tersebut.


Apakah Window Dressing Diperbolehkan?


Salah satu alasan utama dilakukannya praktik window dressing adalah adanya target yang harus dicapai oleh perusahaan tiap akhir tahun, yaitu target kinerja pesaing, kinerja tahun lalu, indeks saham, ataupun indeks reksa dana saham. Jika target ini tidak tercapai menjelang akhir tahun, maka ada usaha untuk mengubah portofolio investasi sedemikian rupa untuk mencapai target tersebut.

Implikasinya bagi manajer investasi atas adanya praktik window dressing adalah peningkatan dana kelolaannya, yang selanjutnya dapat meningkatkan jumalah pendapatan opersionalnya. Sementara itu risiko atau konsekuensi yang akan diterima oleh investor adalah kesalahan berinvestasi.

Lalu, bagaimana dengan hukum window dressing tersebut? Diperbolehkan dalam undang-undang dan hukum Islam, kah? Simak penjelasannya di bawah ini.


1. Berdasarkan Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menanggapi bahwa praktik window dressing adalah suatu bentuk pelanggaran karena dalam praktiknya tidak mengedepankan prinsip keterbukaan. 

Hal ini sejalan dengan BAB XI Undang-Undang Pasar Modal yang menjelaskan tentang menipu, manipulasi pasar, dan perdagangan orang dalam karena dalam pelaporannya tidak mengungkapkan fakta material yang dampaknya dapat menyesatkan publik.

Selain itu praktik window dressing juga menciderai syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata karena pada saat investor membuat kesepakatan untuk menanamkan modalnya telah terdapat penipuan laporan keuangan perusahaan. Dengan begitu, akan memunculkan kesesatan informasi sehingga perjanjian atau kesepakatan investasi sebenarnya dapat dibatalkan.

Mengenai sanksi dari pelanggaran praktik window dressing ini terdapat dalam Pasal 102, Pasal 104, Pasal 107, dan Pasal 111 Undang-Undang Pasar Modal.

2. Berdasarkan Ushul Fiqh

Ushul fiqh secara jelas melarang transaksi yang mengandung unsur spekulasi dalam hal ini menipu atau mengelabui dan menyesatkan orang lain dengan maksud menguntungkan atau menghindari kerugian.

Dalam hadits Nabi dijelaskan bahwa "barang siapa yang menipu maka tidak termasuk dalam golongannya"

Window dressing ini dapat diqiyaskan dengan kegiatan menipu atau dalam Islam disebut khida‟ yang mana hukumnya adalah haram karena menyesatkan orang lain.

Selain itu, tidak diperbolehkannya praktik window dressing ini diperkuat dengan dikeluarkannya Fatwa DSN-MUI Tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syarah pada Pasal 9 telah disebutkan bahwa kegiatan manipulasi tidak diperbolehkan atau dilarang.

0 Response to "Mudah Memahami Apa itu Window Dressing, Contohnya, dan Hukumnya"

Post a Comment