Dari Warung ke e-Katalog: Evolusi Peran QRIS dalam Tata Kelola Belanja Negara



QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) kini digunakan oleh lebih dari 55 juta orang di Indonesia—menjadi tulang punggung pembayaran digital yang menjangkau dari kota besar hingga pelosok desa.  Sejak diluncurkan Bank Indonesia pada 2019, sistem pembayaran berbasis kode QR ini tak hanya merambah warung kelontong dan UMKM, tapi juga mulai masuk ke ekosistem pengadaan barang dan jasa pemerintah lewat e-Katalog.

e-Katalog adalah sistem informasi elektronik yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), berisi daftar produk dan jasa dari penyedia yang telah terverifikasi. Melalui platform ini, instansi pemerintah dapat melakukan pemilihan dan pembelian barang/jasa secara langsung tanpa proses lelang, sehingga pengadaan menjadi lebih cepat, transparan, dan efisien. E-Katalog terbagi menjadi beberapa skala, mulai dari e-Katalog nasional, sektoral, hingga lokal—yang memungkinkan pemerintah daerah mengakomodasi pelaku usaha di wilayahnya sendiri, termasuk UMKM.

Pada e-Katalog versi 6 yang diterbitkan oleh LKPP, QRIS telah diintegrasikan sebagai salah satu metode pembayaran resmi, melalui mekanisme Uang Persediaan (UP). Meskipun digunakan baik di e-Katalog nasional maupun lokal, peran QRIS menjadi lebih signifikan dalam konteks e-Katalog lokal karena segmentasi penyedianya lebih banyak berasal dari pelaku UMKM di daerah. 

e-Katalog lokal memberikan ruang partisipasi yang lebih luas bagi UMKM daerah tanpa harus bersaing di tingkat nasional. Dengan QRIS sebagai opsi pembayaran yang lebih cepat dan efisien, proses transaksi menjadi lebih sederhana, serta mempercepat aliran dana ke penyedia yang sebelumnya mungkin mengalami kendala pencairan melalui proses konvensional.

Mengapa ini penting?

Pertama, dalam praktiknya, sebagian besar aktivitas belanja barang/jasa pemerintah dilakukan melalui skema pengadaan langsung. Jenis pengadaan ini berskala kecil hingga menengah, namun memiliki frekuensi tinggi dan sangat relevan bagi pelibatan UMKM. QRIS cocok untuk mengakomodasi pembayaran dalam skema tersebut, yang nilainya di bawah Rp10.000.000,00.

Kedua, QRIS menawarkan efisiensi dan transparansi. Transaksi terekam secara otomatis oleh sistem, invoice diterbitkan langsung berdasarkan data pemesanan, dan pembayaran dapat dilakukan secara digital tanpa verifikasi manual atas nomor rekening penyedia. Hal ini meminimalkan risiko kesalahan transfer atau keterlambatan pencairan serta mempercepat proses pelaporan oleh bendahara pengeluaran instansi.

Ketiga, dari sisi tata kelola pemerintahan, pemanfaatan QRIS membantu pemerintah daerah menyusun kebijakan belanja yang lebih presisi dan berbasis data. Riwayat transaksi QRIS yang tercatat dapat dimanfaatkan untuk memetakan sebaran belanja ke UMKM, termasuk lokasi, volume transaksi, dan frekuensi penyediaan barang atau jasa. Hal ini mendukung pelaksanaan Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2025 yang mewajibkan alokasi minimal 40% belanja barang/jasa pemerintah untuk UMKM.

Dalam konteks ini, integrasi QRIS ke dalam e-Katalog versi 6 menjadi langkah strategis. e-Katalog merupakan kanal utama pengadaan barang/jasa pemerintah, sehingga keberadaan QRIS sebagai opsi pembayaran dapat mempercepat perputaran ekonomi di sektor UMKM, meningkatkan transparansi transaksi, serta mengurangi praktik pengadaan non-tunai yang tidak terdokumentasi dengan baik. Dengan pembayaran digital, pelacakan realisasi belanja ke UMKM menjadi lebih mudah dan akuntabel.

Meski demikian, penerapan QRIS dalam pengadaan pemerintah masih memiliki beberapa keterbatasan. Salah satunya adalah batas maksimum transaksi QRIS yang saat ini berada di kisaran Rp10 juta. Sementara itu, batas maksimal pengadaan langsung bisa mencapai Rp200 juta. Oleh karena itu, pengembangan QRIS yang lebih fleksibel untuk institusi pemerintah—seperti skema QRIS G2B (Government to Business)—perlu dipertimbangkan agar dapat mengakomodasi kebutuhan transaksi dengan nilai menengah.

Sebagai langkah awal, skema QRIS G2B dapat diuji coba melalui pilot project di wilayah Sekarkijang—wilayah kerja Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jember—yang selama ini dikenal aktif mendorong digitalisasi transaksi publik dan pemberdayaan UMKM. Sekarkijang memiliki keunggulan karena seluruh pemerintah daerah di wilayah ini telah mengimplementasikan e-Katalog lokal, dengan penyedia yang sebagian besar merupakan pelaku UMKM lokal lintas sektor, mulai dari logistik, ATK, hingga jasa konstruksi sederhana. Keragaman penyedia ini menciptakan ekosistem yang inklusif dan siap mendukung transformasi belanja pemerintah berbasis digital.

Selain itu, beberapa kabupaten/kota di Sekarkijang juga tengah menjalankan proyek strategis berskala mikro hingga menengah, seperti pengadaan alat pertanian, paket pelatihan vokasi, dan pengadaan barang habis pakai untuk pelayanan publik. Proyek-proyek ini umumnya memiliki nilai transaksi antara Rp10 juta hingga Rp200 juta—kategori yang ideal untuk skema pengadaan langsung dan berpotensi disederhanakan melalui pembayaran QRIS apabila batas nominalnya diperluas. 

Jika skema ini berhasil, Sekarkijang dapat menjadi percontohan nasional untuk integrasi sistem pembayaran berbasis QRIS dengan pengadaan pemerintah, yang mengedepankan kecepatan, transparansi, dan pemberdayaan UMKM lokal dalam satu ekosistem digital.

Di samping keterbatasan nilai maksimal transaksi, besaran Merchant Discount Rate (MDR) juga menjadi perhatian penting dalam optimalisasi penggunaan QRIS di lingkungan pengadaan pemerintah. Saat ini, MDR QRIS di e-Katalog versi 6 ditetapkan sebesar 0,7%, yang secara relatif masih menjadi beban tersendiri bagi pelaku UMKM lokal, terutama yang beroperasi dengan margin tipis. Pemerintah dapat menimbang untuk memberikan insentif pengurangan atau pembebasan MDR bagi UMKM tertentu yang menjadi penyedia di katalog lokal, sebagai langkah afirmasi dan stimulasi partisipasi lebih luas.

Sebagai penutup, QRIS bukan sekadar metode pembayaran dalam perdagangan ritel, melainkan instrumen strategis dalam modernisasi belanja pemerintah. Dengan mendorong pemanfaatan QRIS secara optimal di e-Katalog lokal, pemerintah daerah dapat mempercepat proses pengadaan, memperluas akses UMKM, dan membangun sistem keuangan publik yang lebih efisien dan transparan.

0 Response to "Dari Warung ke e-Katalog: Evolusi Peran QRIS dalam Tata Kelola Belanja Negara"

Posting Komentar