Seperti Apa PPI di Rumah Sakit dan Puskesmas Itu?

Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di rumah sakit dan puskesmas merupakan suatu upaya kegiatan untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya infeksi pada pasien, petugas baik tenaga kesehatan maupun petugas lainnya, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit.


Pengertian Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah suatu upaya yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan lain yang ditujukan untuk mencegah transmisi penyakit menular di semua tempat pelayanan kesehatan.

Dalam penerapan PPI, rumah sakit dan faskes lainnya melaksanakan prosedur standar yang bertujuan untuk melindungi pasien (klien), dan petugas kesehatan serta pengunjung atau keluarga pasien dari kemungkinan kejadian infeksi pada saat memperoleh pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan.

Tujuan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)



Berikut ini adalah tujuan dari Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah:

  1. Membantu mengurangi penyebaran infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan, dengan penilaian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi oleh National Infection Control Policies.
  2. Mendukung promosi kualitas pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien, petugas kesehatan, dan orang lain dalam perawatan kesehatan dan lingkungan dengan cara yang hemat biaya.


Penerapan Program PPI di Rumah Sakit



Setiap rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya harus menerapkan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). Adapun pedoman yang digunakan oleh rumah sakit dalam pelaksanaan PPI adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Berikut tahapan implementasi yang perlu dilakukan oleh RS dalam program PPI:
  1. Rumah sakit membentuk Komite PPI dan Tim PPI yang langsung berada dibawah koordinasi Direktur.
  2. Komite dan tim PPI bertugas dan memiliki fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
  3. Rumah harus menyiapkan dan memiliki Infection Prevention Control Nurse (IPCN) yang dalam tugasnya dapat dibantu beberapa IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse) dari tiap unit, terutama yang berisiko terjadinya infeksi. Ketentuan ratio dari IPCN adalah IPCN yang bekerja purna waktu, dengan ratio 1 (satu) IPCN untuk tiap 100 - 150 tempat tidur di rumah sakit.

Berikut ini program yang termasuk pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) yaitu, 

1. Pengendalian Manajerial

Komitmen pihak manajerial baik pimpinan Fasyankes maupun Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota dalam memberikan dukungan manajemen yang efektif berupa penguatan dari upaya manajerial bagi program PPI yang meliputi:
  • Membuat kebijakan pelaksanaan PPI yang merupakan bagian dari program PPI Fasyankes dengan mengeluarkan SK penunjukkan tim/ penanggung jawab.
  • Membuat kebijakan dan standar operasionak prosedur (SOP) yang mengatur mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan dan surveilans.
  • Memberi pelatihan PPI bagi petugas yang terlibat dalam program PPI.
  • Membuat perencanaan program PPI secara komprehensif.
  • Membuat dan memastikan desain, konstruksi dan persyaratan bangunan serta pemeliharaannya sesuai PPI.
  • Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI meliputi tenaga, anggaran, sarana dan prasarana yang dibutuhkan termasuk aspek kesehatan kerja.
  • Melakukan monitoring dan evaluasi.
  • Melakukan kajian di unit terkait penularan penyakit infeksi dengan menggunakan daftar tilik, menganalisis dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan.
  • Melaksanakan advokasi, komunikasi, mobilisasi dan sosialisasi terkait PPI.
  • Memfasilitasi kegiatan riset operasional.
2. Pengendalian Administratif

Pengendalian administratif merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah/mengurangi pajanan virus ataupun bakteri penyebab infeksi dengan menyediakan, mensosialisasikan dan memantau pelaksanaan standar prosedur dan alur pelayanan. Upaya yang bisa diterapkan oleh RS dan fasyankes lainnya adalah sebagai berikut:
  • Melaksanakan triase (triage), yaitu mengidentifikasi pasien melalui pemisahan pasien batuk, mulai dari “pintu masuk” pendaftaran fasyankes.
  • Memberikan penyuluhan pasien mengenai etika batuk.
  • Menempatkan semua suspek dan pasien terinfeksi (confirm) di ruang tunggu yang mempunyai ventilasi baik, diupayakan ≥12 ACH dan terpisah dengan pasien umum.
  • Menyediakan tisu, masker kepada pengunjung ataupun pasien, serta menyediakan fasilitas tempat sampah yang dikategorikan infeksius dan non-infeksius. Untuk sampah infeksius pada kantong plastik berwarna kuning, sedangkan sampah noninfeksius atau umum pada kantong plastik warna hitam.
  • Memasang poster, spanduk dan bahan untuk KIE.
  • Mempercepat proses penatalaksanaan pelayanan bagi pasien suspek dan confirmed termasuk diagnostik, terapi dan rujukan sehingga waktu berada pasien di fasyankes dapat sesingkat mungkin.
  • Melaksanakan skrining bagi petugas yang merawat pasien confirmed.
  • Menerapkan SOP bagi petugas (perawat) yang tertular confirmed.
3. Pengendalian Lingkungan

Berikut ini adalah upaya yang termasuk di dalam pengendalian lingkungan PPI:

  • Peningkatan dan pengaturan aliran udara/ventilasi untuk mengurangi konsentrasi droplet nuklei di udara dengan menyalurkannya ke arah tertentu (directional airflow) dan atau ditambah dengan radiasi utraviolet sebagai germisida.
  • Pembersihan ruangan menggunakan desinfektan
  • Pemisahan ruang rawat inap antara pasien non-penyakit menular dan pasien berpenyakit menular.

4. Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan alat pelindung diri (APD) pernapasan oleh petugas kesehatan termasuk perawat di tempat pelayanan sangat penting untuk menurunkan resiko terpajan, sebab kadar percik renik tidak dapat dihilangkan dengan upaya administratif dan lingkungan.

Petugas kesehatan perlu menggunakan masker respirator pada saat melakukan prosedur yang beresiko tinggi, misalnya bronkoskopi, intubasi, induksi sputum, aspirasi sekret saluran napas, dan pembedahan paru. Selain itu, penggunaan APD level 1,2, atau 3 disesuaikan dengan tindakan juga perlu digunakan saat memberikan perawatan kepada pasien confirmed atau saat menangani pasien suspected di poliklinik maupun di rawat inap.

5. Dilakukannya surveilans (HAIs dan Proses: audit kepatuhan petugas untuk cuci tangan dan memakai APD)

Surveilans pada PPI di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan surveilans HAIs yaitu kegiatan yang komprehensif dalam mengumpulkan dan mencatat data, identifikasi, analisa, evaluasi data HAIs secara terus menerus di fasyankes untuk kemudian memberikan rekomendasi ataupun laporan kejadian tersebut pada pihak yang berkepentingan agar dapat segera dilakukan upaya PPI yang diperlukan.

Dilakukannya surveilans bertujuan untuk mendapatkan data dasar laju infeksi fasilitas pelayanan kesehatan, menurunkan Laju Infeksi fasyankes, identifikasi dini terkait ada atau tidanya Kejadian Luar Biasa (KLB), meyakinkan para tenaga kesehatan untuk menerapkan upaya PPI, mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI di fasyankes, memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan dan salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi fasyankes.

Demikianlah penjelasan mengenai seperti apa itu Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), tujuan PPI, dan penerapannya di rumah sakit dan puskesmas. Semoga menambah wawasan kita semua.

0 Response to "Seperti Apa PPI di Rumah Sakit dan Puskesmas Itu?"

Post a Comment