Ironi Jual Beli SKA/SKT, Sebuah Jalan "Abu-Abu" untuk Memenangkan Lelang Pekerjaan Konstruksi


Pengadaan.web.id - Untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi yang sesuai dengan harapan baik dari segi kuantitas maupun kualitas diperlukan tenaga ahli yang kompeten. Oleh karenanya, LKPP menetapkan setiap dokumen penawaran peserta lelang dalam pengadaan jasa kontruksi mempunyai kewajiban untuk melampirkan Personil Inti/Tenaga Ahli yang biasanya dibuktikan dengan SKA/SKT beserta Ijazahnya. Sedangkan pengertian dari Tenaga Ahli sendiri yaitu seseorang yang memiliki kompetensi dan kemampuan profesi keahlian kerja di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan/atau keterampilan tertentu dan/atau kefungsian dan/atau keahlian tertentu. Keahlian dan kecakapan tersebut disesuaikan dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan serta posisinya dalam manajemen pelaksanaan pekerjaan.

Kesanggupan menyediakan tenaga Ahli atau Personil inti merupakan salah satu syarat pokok dalam pengadaan barang/jasa. Berdasarkan buku standar yang merupakan lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 31/PRT/M/2015, personil inti adalah tenaga ahli atau tenaga teknis yang ditempatkan sesuai penugasan pada organisasi pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan Dalam Syarat-syarat Umum Kontrak pada peraturan tersebut dinyatakan bahwa Personil Inti adalah tenaga ahli atau tenaga teknis yang akan ditempatkan secara penuh sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan sebagaimana tercantum dalam dokumen pengadaan serta posisinya dalam manajemen pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan organisasi pelaksanaan yang diajukan untuk melaksanakan pekerjaan.

Daftar Personil Inti atau Tenaga Ahli ditetapkan di dalam Dokumen Pengadaan dan Kelompok Kerja (Pokja) berhak dan berwenang  menggugurkan peserta lelang yang tidak memenuhi syarat. Pada umumnya, persyaratan Personil Inti/Tenaga Ahli diusahakan dengan jumlah yang minimal akan tetapi memiliki kompentensi dalam rangka untuk mendapatkan jasa konstruksi yang baik dan bermutu. Jumlah dan kompetensi ini biasanya mengacu kepada tingkat kerumitan pelaksanaan pekerjaan yang akan dihadapi. Misalnya pekerjaan bangunan gedung kantor perkantoran 2 (dua) lantai, dipersyaratkan personil inti lulusan S1 Teknik Sipil berjumlah 1 orang dengan SKA Struktur dan lulusan S1 Teknil Sipil/Arsitek berjumlah 1 orang dengan SKA Bangunan Gedung dan lulusan SMK jurusan Bangunan berjumlah 4 orang dengan SKT Bangunan gedung 2 (dua) orang sebagai pelaksana, SKT Juru Ukur 1 (satu) orang dan SKT Juru Gambar 1 (satu) orang. Jadi, totalnya berjumlah 6 (enam) orang.

Permasalahan di Lapangan Terkait SKA/SKT

SKA dan SKT merupakan bukti pengakuan bahwa seorang tenaga ahli memiliki kompetensi dan kemampuan profesi keahlian kerja. Permasalahannya pun muncul ketika praktek di lapangan, banyak PPK ataupun penyedia yang mengaburkan persyaratan SKA/SKT ini. Mulai dari adanya praktik jual beli SKA/SKT atau PPK yang "mengada-ngada" dengan persyaratan yang rumit pada personil inti/tenaga ahli yang dibutuhakan.

Bahkan dengan adanya praktek jual beli SKA/SKT ini berdampak juga pada regulasi Permen PUPR no 31/PRT/M/2015 pasal 6d yang menyebutkan bahwa seorang tenaga ahli atau personil tidak boleh rangkap jabatan pada paket pekerjaan yang lain yang dilaksanakan pada tenggang waktu yang sama, kecuali Posisi Penugasannya sebagai Kepala Proyek. Fakta di lapangan dengan adanya praktek jual beli SKA/SKT, dipastikan seorang tenaga ahli akan mengampu pekerjaan lebih dari satu proyek. Hal ini dikarenakan Pihak Penjual SKA/SKT (read: pemberi sewa SKA/SKT) tidak hanya menjualnya kepada 1 penyedia/perusahaan saja bahkan ketika dua lelang mempunyai jadwal yang berlangsung secara bersamaan. Peraturan Menteri PUPR tersebut menegaskan bahwa seorang tenaga ahli hanya dapat bekerja secara penuh pada satu paket pekerjaan sehingga penghasilan pokok yang diperoleh sebagai tenaga ahli hanya berasal dari satu paket pekerjaan. Ini merupakan sebuah ironi jual beli SKA/SKT pertama.

Ironi yang kedua yang akan terjadi jika praktek jual beli SKA/SKT masih berlangsung adalah PPK yang sudah bersekongkol dengan Penyedia memberikan persyaratan personil yang rumit dan banyak di dalam Dokumen Pengadaan. Dengan memberikan persyaratan Personil Inti yang rumit dan banyak dan hanya dimiliki oleh sekelompok Penyedia Jasa akan memberikan keleluasaan kepada Penyedia yang sudah kongkalikong dengan Panita Lelang. Oleh karena itu persyaratan jumlah dan SKA/SKT yang dibilang 'aneh-aneh' tersebut cuma memberatkan dan bahkan merugikan pada pihak Penyedia yang bermain "Bersih", dan menjadi Pintu Masuk Permaian Oknum pada Pekerjaan Konstruksi. Inilah fakta yang selama ini terjadi di dunia pengadaan jasa kontruksi yang dibiayai APBN maupun APBD.

Lingkaran setan ini masih berlangsung hingga saat ini bisa saja dikarenakan persepsi bahwa toh nantinya jika ditunjuk sebagai pemenang, si penyedia jasa akan menipu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam hal jumlah dan kompetensi Personil Intinya. Akhirnya, lemahnya pengawasan yang jadi kambing hitam. Ini adalah efek sistematis dari penggunaan spesifikasi conformance yang sudah berlangsung bertahun-tahun, seolah-olah Pemilik Pekerjaan sudah paling tahu cara melaksanakan pekerjaan sehingga merasa berhak mengatur Penyedia Jasa sampai detail atau bahkan malah dimanfaatkan untuk melakukan kongkalikong dengan penyedia yang bakal ditunjuk sebagai pemenang.

Dengan demikian, perlu ada perubahan orientasi ke arah spesifikasi performance. Pemilik pekerjaan harus menyadari bahwa Penyedia Jasa adalah orang yang ahli melaksanakan pekerjaan dengan metodenya sendiri. Sehingga Pemilik Pekerjaan hanya mengatur spesifikasi outputnya saja. Ibaratnya, rekanan memanfaatkan "Superman" pun tidak masalah, asalkan bangunan yang dihasilkan sesuai spesifikasi yang ditentukan. Tinggal metode pengujian outputnya yang harus diperbaiki terus menerus. Karena inilah yang diperlukan, yaitu  PPK mampu menyusun spesifikasi perfomrnace dengan menetapkan kebutuhan kualitas dan kuantitas personil yang sesuai dengan kompleksitas pekerjaan.

Semoga menjadi bahan pemikiran bagi Para Penyusun Dokumen Pengadaan dan PPK sebagai penanggungjawab pelaksanaan pekerjaan.

0 Response to "Ironi Jual Beli SKA/SKT, Sebuah Jalan "Abu-Abu" untuk Memenangkan Lelang Pekerjaan Konstruksi"

Post a Comment