Dulu, jabatan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kerap kali diberikan hanya berdasarkan ketersediaan pegawai, tanpa mempertimbangkan kompetensi atau keahlian khusus. Tak jarang, seorang ASN tiba-tiba ditunjuk menjadi PPK hanya karena "ada slot kosong" atau karena dianggap cukup senior. Padahal, posisi ini sangat krusial—mengelola langsung uang negara dan menentukan arah kelancaran proyek pengadaan. Tapi kini, permainan sudah berubah.
Melalui terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025, pemerintah menegaskan bahwa jabatan PPK tidak lagi bisa diberikan secara sembarangan. PPK wajib memiliki sertifikasi sesuai tipologi pengadaan, serta terbebas dari konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugasnya.
Apa Itu PPK dan Kenapa Posisi Ini Krusial
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah ujung tombak dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Di tangan PPK-lah berbagai keputusan penting dibuat—mulai dari menetapkan spesifikasi teknis, memilih metode pengadaan, menyusun dokumen kontrak, hingga memastikan kegiatan berjalan sesuai rencana dan aturan.
Tugas PPK bukan sekadar administratif. Ia bertanggung jawab atas kesesuaian antara anggaran, output, dan peraturan pengadaan. Bila terjadi penyimpangan, baik dari sisi proses maupun hasil, PPK bisa dimintai pertanggungjawaban, bahkan secara hukum.
Dalam proyek berskala besar, misalnya pembangunan infrastruktur atau pengadaan sistem teknologi informasi, kesalahan kecil dari PPK bisa berdampak besar: pemborosan anggaran, keterlambatan proyek, hingga potensi kerugian negara. Itulah sebabnya, posisi ini sangat strategis dan tidak bisa diisi sembarangan.
Namun sayangnya, selama ini banyak PPK yang belum dibekali dengan pelatihan dan sertifikasi yang memadai. Hal ini membuka celah bagi inefisiensi, bahkan praktik yang tidak sesuai dengan prinsip good governance. Perpres 46 Tahun 2025 hadir sebagai penanda zaman bahwa era “asal tunjuk” untuk jabatan PPK sudah berakhir.
Sertifikasi PPK: Aturan Baru dari Perpres 46 Tahun 2025
Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 hadir membawa perubahan penting, khususnya dalam hal sertifikasi dan profesionalisasi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Tiga pasal —Pasal 7, Pasal 10, dan Pasal 11—secara tegas memperbarui cara pandang terhadap jabatan PPK.
Pasal 7: Sertifikasi Sesuai Tipologi Pengadaan
Pasal ini menegaskan bahwa seorang PPK wajib memiliki sertifikat kompetensi yang sesuai dengan tipologi pengadaan yang ditanganinya.
Tipologi pengadaan merujuk pada klasifikasi jenis dan tingkat kompleksitas pengadaan barang/jasa, misalnya:
- Pengadaan barang rutin,
- Pengadaan konstruksi skala besar,
- Pengadaan jasa konsultansi,
- Pengadaan dengan risiko tinggi atau spesifikasi teknis kompleks.
Masing-masing jenis pengadaan memiliki tantangan, risiko hukum, dan kebutuhan pengelolaan yang berbeda. Oleh karena itu, sertifikasi PPK pun harus disesuaikan dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk setiap tipologi tersebut.
Misalnya, PPK yang menangani proyek infrastruktur senilai miliaran rupiah tentu perlu memiliki sertifikasi dengan level dan materi yang lebih mendalam dibanding PPK yang menangani pengadaan alat tulis kantor.
Dengan sistem ini, tidak ada lagi penunjukan simbolis hanya demi memenuhi struktur organisasi. Nama PPK yang tercantum dalam dokumen kini benar-benar harus mencerminkan orang yang paham, bertanggung jawab, dan memiliki kompetensi teknis untuk menjalankan tugasnya.
Sertifikasi ini juga bukan sekadar formalitas. ASN yang belum memiliki sertifikasi sesuai tipologi tidak dapat ditunjuk sebagai PPK. Bahkan, dalam jangka panjang, hal ini akan menjadi salah satu indikator dalam sistem merit ASN dan karier jabatan fungsional pengadaan.
Pasal 10: ASN Pengadaan Harus Profesional
Lebih lanjut, Pasal 10 mendorong profesionalisasi ASN dalam jabatan pengadaan, termasuk PPK. Penempatan tidak bisa sembarangan, melainkan harus didasarkan pada kompetensi, minat, dan kebutuhan organisasi.
Pasal 11: Integritas dan Pencegahan Benturan Kepentingan
Sebagai penguatan prinsip tata kelola yang bersih, Pasal 11 mengatur bahwa penunjukan PPK harus mempertimbangkan integritas dan bebas dari konflik kepentingan. ASN yang memiliki keterkaitan langsung dengan penyedia, misalnya, tidak dapat ditugaskan sebagai PPK dalam pengadaan yang sama.
Dengan terbitnya Perpres No. 46 Tahun 2025, pemerintah secara tegas menarik garis baru dalam pengelolaan jabatan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Tidak ada lagi ruang untuk penunjukan asal, penempatan darurat, atau tempelan nama semata. PPK kini diposisikan sebagai jabatan strategis yang harus diemban oleh individu yang kompeten, tersertifikasi sesuai tipologi pengadaan, dan memiliki integritas tinggi.
Dari sisi individu, PPK dituntut untuk meningkatkan kapasitas dan menjunjung tinggi etika jabatan. Dari sisi kelembagaan, instansi wajib menyiapkan sistem dan SDM yang memadai untuk memenuhi standar baru ini.
0 Response to "Sertifikasi PPK Sesuai Tipologi: Aturan Baru Perpres 46/2025"
Posting Komentar