PA KPA Merangkap Menjadi PPK, PJPHP Tetap Ada/Dibutuhkan?

Dalam lingkup pemerintahan daerah, Kepala Daerah memiliki peran sentral dalam pengelolaan anggaran. Salah satu kebijakan yang diterapkan adalah penunjukan Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk melaksanakan anggaran sesuai dengan program dan kegiatan yang telah ditentukan. 

Namun, pertanyaan muncul, apakah seorang KPA bisa merangkap sekaligus menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan Surat Keputusan terpisah?





Baca juga: Hak Dan Kewajiban PPK


Menurut Pasal 10 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021, disebutkan bahwa KPA pada Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat merangkap sebagai PPK.

Artinya, dalam konteks pengadaan barang/jasa, seorang KPA tidak perlu lagi diangkat sebagai PPK melalui Surat Keputusan terpisah. Penunjukan sebagai KPA oleh Kepala Daerah sudah mencakup peran sebagai PPK.


Penting untuk dicatat bahwa peraturan ini memberikan kewenangan kepada KPA untuk merangkap sebagai PPK, memudahkan proses administratif tanpa memerlukan langkah tambahan berupa Surat Keputusan terpisah. 

Namun, hal ini tetap memerlukan kejelasan dan ketegasan dalam pelaksanaan tugas KPA dan juga tugas PPK untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pengelolaan anggaran.

Dari segi pengelolaan keuangan daerah, baik PA maupun KPA berperan sebagai PPK ketika terlibat dalam perikatan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020. Oleh karena itu, dalam konteks pengadaan barang/jasa, KPA memiliki akun PPK di Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) tanpa perlu lagi proses pengangkatan terpisah.

Meskipun peran PPK dalam pengadaan barang/jasa diatur dalam Pasal 11 Perpres 12/2021, di mana pada aplikasi SPSE terdapat peran PPK, hal ini tidak mengecualikan kemungkinan PA/KPA untuk bertindak sebagai PPK. Aturan yang jelas membolehkan PA/KPA merangkap sebagai PPK pada APBD memberikan keleluasaan administratif dan operasional dalam rangka efisiensi birokrasi.

Dengan demikian, penerapan kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan peran, meminimalkan birokrasi yang gemuk dan tumpang tindah, dan tetap memastikan kepatuhan pada peraturan yang berlaku dalam pengelolaan anggaran daerah.


Lalu, apakah ketika PA KPA Merangkap Menjadi PPK, PJPHP tetap ada atau dibutuhkan?



Jika KPA dapat merangkap sebagai PPK dalam pengadaan barang/jasa, muncul pertanyaan penting terkait apakah Panitia/Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP atau PjPHP) masih diperlukan.

Pada pandangan pertama, tugas PPK dan PPHP memang memiliki beberapa kesamaan dalam pengawasan dan memastikan hasil pekerjaan sesuai kontrak. Di sini, PPHP membantu PPK dalam memeriksa dan menerima hasil pekerjaan, yang pada akhirnya menimbulkan kesan adanya tumpang tindih atau overlap dalam tugas keduanya.

Namun, sebenarnya tidak demikian. Fungsi PPHP di sini adalah sebagai langkah cross-check terhadap fungsi pengawasan yang telah dilakukan oleh PPK. 

PPK bertugas mengawasi jalannya pekerjaan hingga selesai, dan ketika PPK menganggap pekerjaan tersebut selesai, perlu ada pihak lain yang secara independen memastikan bahwa pekerjaan tersebut sesuai dengan kontrak dan layak dibayar. Inilah peran penting yang diemban oleh PPHP.

Dalam struktur organisasi Pengadaan Barang/Jasa (PBJ), PPK dan PPHP memiliki kedudukan yang selevel dan keduanya ditetapkan oleh PA/KPA. 

Kedua peran ini saling melengkapi untuk memastikan keberhasilan dan kepatuhan dalam pelaksanaan pengadaan. PPK bertanggung jawab atas jalannya proses pengadaan, sementara PPHP hadir sebagai panitia independen yang membantu menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

0 Response to "PA KPA Merangkap Menjadi PPK, PJPHP Tetap Ada/Dibutuhkan?"

Post a Comment