Pajak atas Dividen dan Contoh Penghitungannya

Dalam dunia perekonomian, dividen merupakan sesuatu yang bukan asing untuk diketahui orang yang berkecimpung dalam bidang perpajakan. Kita tahu bahwa dividen adalah suatu hasil laba usaha yang dibagikan kepada pemegang saham dengan memperhatikan persentase kepemilikan saham yang dimiliki dari masing-masing pemegang saham. 

Jika Wajib Pajak memperoleh laba atau penghasilan, maka penghasilan tersebut termasuk objek pajak. Begitu juga dengan dividen, menurut UU PPh dividen merupakan objek pajak PPh. Namun, tidak semua dividen termasuk objek pajak, ada beberapa dividen yang dikecualikan sebagai objek pajak dan ada juga yang dikenakan bersifat final. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai  Pajak atas Dividen dan contoh penghitungannya, kamu bisa baca selengkapnya di bawah ini.


Pengertian Dividen



Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh yang termasuk objek pajak adalah dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi kecuali ditentukan lain oleh ketentuan perpajakan. 


Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g, ditegaskan pula bahwa termasuk dalam pengertian dividen adalah:

  1. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
  2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
  3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
  4. pembagian laba dalam bentuk saham;
  5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
  6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
  7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
  8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
  9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
  10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
  11. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
  12. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.


Jelas kita ketahui bahwa pengertian dividen mempunyai arti yang luas, pengertian diatas merupakan pengertian dividen secara formal, namun dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g ini juga menjelaskan bahwa dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. 

Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.


Pajak atas Dividen



Pemberi dividen akan memotong jenis pajak penghasilan (PPh) dengan tarif yang berbeda-beda tergantung siapa penerima dividennya, apakah penerimannya dalam bentuk WP Badan, WP Orang Pribadi, atau WP Luar Negeri. Adapun untuk lebih jelasnya dapat kita lihat uraian singkat dibawah ini:


 1. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 23

Wajib Pajak Badan Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a UU PPh. 

Dividen tersebut dikenakan PPh Pasal 23 sepanjang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh.

  • 15% (BerNPWP)
  • 30% (Tidak BerNPWP)

2. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2)


Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final sebesar 10% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam PP No. 19 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.


3. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 26


Wajib Pajak Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a UU PPh. 

Namun, apabila penerima dividen ini adalah WPLN dimana Negara domisili yang bersangkutan mempunyai perjanjian perpajakan dengan Indonesia dan terdapat Surat Keterangan Domisili (COD), maka tarif yang dikenakan adalah tarif yang sesuai dengan Tax Treaty.


Dividen yang Dikecualikan dari Objek Pajak



Pada penjelasan sebelumnya, sudah dijelaskan mengenai pengertian dividen serta dividen yang termasuk objek pajak penghasilan. Namun, UU PPh memberikan pengecualian atas dividen tertentu yang tidak termasuk objek pajak penghasilan. 

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh, bahwa yang dikecualikan dari objek pajak adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal negara (PMN) pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

  1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
  2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.


Saat terutang


Berdasarkan PP No. 94 Tahun 2010 dalam penjelasan pasal 15 ayat 3 dijelaskan bahwa saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah pada saat pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).


 Yang dimaksud dengan "saat disediakan untuk dibayarkan":

  1. untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.
  2. untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak "menerima atau memperoleh" dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.


Contoh Penghitungan Pajak Atas Dividen



PT. Dahlia (tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia) pada tanggal 4 Mei 2018 mengumumkan pembagian dividen dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 


Pada tanggal 13 Agustus 2018 perusahaan membagikan dividen tunai kepada para pemegang sahamnya, yang mana dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan. 


Total jumlah dividen yang dibagikan adalah sebesar Rp.1.000.000.000,-. Susunan pemegang saham beserta prosentase kepemilikan sahamnya adalah sbb:


Jawaban:


0 Response to "Pajak atas Dividen dan Contoh Penghitungannya"

Post a Comment