Revisi Perpres 54/2010, LKPP Usulkan Inovasi Pengadaan


Penyusunan revisi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah memasuki tahap akhir. Beberapa ketentuan tambahan terkait dengan kebijakan pengadaan telah dipersiapkan dan menunggu pengujian dalam rapat kabinet.

Kepala LKPP Agus Prabowo menjelaskan revisi peraturan ini diharapkan dapat berimplikasi terhadap turunnya “pagar” aturan pengadaan.  Salah satunya dengan optimalisasi pengadaan melalui skema e-purchasing. “Yang sangat membantu yang katalognya itu; yang e-purchasing itu. Jadi bayangkan, nanti semua barang/jasa ada di e-katalog. Lah ‘kan nggak perlu lelang. Otomatis barrier-nya jadi turun gitu ‘kan,” kata Agus saat di temui pada upacara pelantikan Kepala BPS yang baru di kantor Bappenas, Kamis (15/09).

Agus berujar, LKPP juga tengah mewacanakan pengubahan ketentuan ihwal kewajiban penggunaan e-katalog. Dalam hal ini, lanjut Agus, LKPP akan mempertimbangkan pengubahan kata “wajib”—dalam Bab Pengadaan Secara Elektronik Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010—dengan kata “dapat”.

Pada peraturan pengadaan yang berlaku saat ini, setiap K/L/D/I memang diwajibkan untuk melakukan e-purchasing terhadap barang yang sudah dimuat di dalam e-katalog sesuai dengan kebutuhan. Namun, ada beberapa pengecualian yang telah dituangkan di dalam Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 3 Tahun 2015. “Nah ini yang sedang dipikirkan. Kalau sekarang wajib, ya begitu barangnya ada di e-katalog, maka wajib. Kata-kata wajib ini sedang dipikirkan untuk diubah  menjadi dapat. Jadi, kita buka opsi,” ujarnya.

Agus menjelaskan, perubahan pada ketentuan ini akan membuat pelaksanaan pengadaan menjadi lebih fleksibel. Sebab, LKPP akan tetap mengkatalogkan produk untuk mengakomodasi kebutuhan pemerintah dengan cara yang lebih sederhana dan tanpa mengikat. Di samping itu, fleksibilitas ini akan memberikan peluang bagi pemerintah untuk membandingkan harga produk dari dua mekanisme pengadaan. “Nggak kaku, tetapi kan kita menyediakan yang mudah. Tinggal nanti di-compare hasil di e-katalog berapa, lelang berapa,” kata Agus.

Meskipun demikian, wacana perubahan kata “wajib” menjadi “dapat” ini masih menjadi pro-kontra. Menurut Agus, hal ini masih perlu diuji dalam rapat kabinet nanti. “Nah, makanya masih ragu-ragu, ‘kan ini belum diuji. Jadi, masih ada pasal-pasal yang pro-kontra yang mau kita bawa di sidang kabinet,” ujarnya.

Di samping itu, LKPP juga tengah mengkaji beleid ihwal pelaksanaan lelang terbalik (reverse auction). Skema pengadaan ini akan memberikan peluang kepada penyedia untuk mengajukan penawaran berkali-kali.  Hal ini tentu akan didukung dengan prinsip-prinsip pengadaan. “Lelangnya tuh berkali-kali. Makin murah, makin murah, makin murah. Nah, pernah ngeliat lelang lukisan itu nggak di Christie. Nah, itu ‘kan mahal-mahalan; ini dibalik murah-murahan.”

Ia menekankan, walaupun peraturan  ini telah memasuki tahap akhir, LKPP juga telah mengupayakan harmonisasi peraturan dengan kementerian dan lembaga yang terkait pengadaan. Menurutnya, langkah ini penting guna menjamin tidak adanya tumpang tindih dalam aturan pengadaan, baik dari pelaksanaan maupun dari organisasi.

Agus menyebutkan, disharmonis peraturan pengadaan salah satunya terkait dengan struktur organisasi dan kelembagaan di pemerintahan daerah. Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa ada ketumpangtindihan ihwal peran PPK dan PPTK. Sementara itu, pembentukan ULP permanen juga masih terbentur dengan peraturan Kemendagri.  “Jadi, Kemedagri itu ada istilah PPTK, sementara di perpres ‘kan PPK. Nah, PPK dan PPTK ini jadi rancu,” pungkasnya.

0 Response to "Revisi Perpres 54/2010, LKPP Usulkan Inovasi Pengadaan"

Post a Comment