Inilah Indikasi adanya Persekongkolan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa


Pengadaan.web.id akan mengulas tentang persekongkolan dalam pengadaan barang/jasa. Hal ini dikarenakan indikasi atau bukti telah terjadi persekongkolan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa bisa menjadi pedoman atau tolak ukur bagi ULP ataupun auditor PBJ Pemerintah nantinya. Persekongkolan disini bisa dikategorikan menjadi persaingan usaha yang tidak sehat sebagaimana sesuai dengan Perpres 70 th. 2012 yang memaparkan tentang indikasi persekongkolan antar penyedia barang/jasa. Yang berwenang untuk membatalkan atau menyatakan pelelangan/PL gagal adalah Kelompok Kerja ULP jika terjadi persaingan yang tidak sehat.

Kemudian indikasi persekongkolan antar Penyedia Barang/Jasa ditandai dengan terpenuhi sekurang-kurangnya 2 (dua) indikasi di bawah ini :
  1. Terdapat kesamaan dokumen teknis, antara lain: metode kerja, bahan, alat, analisa pendekatan teknis, harga satuan, dan/atau spesifkasi barang yang ditawarkan (merk/tipe/jenis) dan/atau dukungan teknis;
  2. seluruh penawaran dari Penyedia mendekati HPS;
  3. adanya keikutsertaan beberapa Penyedia Barang/Jasa yang berada dalam 1 (satu) kendali;
  4. adanya kesamaan/kesalahan isi dokumen penawaran, antara lain kesamaan/kesalahan pengetikan, susunan, dan format penulisan;
  5. jaminan penawaran dikeluarkan dari penjamin yang sama dengan nomor seri yang berurutan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mendefinisikan persekongkolan dalam pasal 1 ayat 8 yaitu Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.

    Kemudian pada Bagian Keempat menegaskan yaitu pasal :

Pasal 22 : Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 23 : Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 24: Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

Intinya persaingan yang tidak sehat dalam pengertian Perpres 54/2010 sebagaimana telah diubah melalui Perpres 70/2012 yaitu persekongkolan mempunyai dasar yang kuat sesuai UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Sekarang mari kita bahas poin indikasi persekongkolan :


  • Terdapat kesamaan dokumen teknis, antara lain: metode kerja, bahan, alat, analisa pendekatan teknis, harga satuan, dan/atau spesifkasi barang yang ditawarkan (merk/tipe/jenis) dan/atau dukungan teknis; Poin ini merujuk pada pelanggaran larangan yang diatur dalam UU No. 5/2009 tentang perjanjian yang dilarang. Diantaranya Pasal 4 tentang oligopoli ayat 1 dan 2 :

 (i) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
 (ii) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

  • Seluruh penawaran dari Penyedia mendekati HPS. Kalimat seluruh penawaran menunjukkan bahwa rincian HPS yang semestinya rahasia, seperti diatur dalam Pasal 66 ayat 3, telah dilanggar atau bocor ke penyedia.
  • Adanya keikutsertaan beberapa Penyedia Barang/Jasa yang berada dalam 1 (satu) kendali; Indikasi ini lebih merefer pada larangan yang diatur dalam UU No. 5/2009 pasal 26 dan 27 yaitu :

Pasal 26 : Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut:

 (i) berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
 (ii) memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
 (iii) secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 27 : Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:
 (i) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;
 (ii) dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

  • adanya kesamaan/kesalahan isi dokumen penawaran, antara lain kesamaan/kesalahan pengetikan, susunan, dan format penulisan;

Indikasi ini seringkali ditemui pada penawaran yang berasal dari satu group usaha atau berbeda group/perusahaan namun menggunakan tenaga pembuat penawaran yang sama. Praktek penggunaan tenaga pembuat penawaran menunjukkan bahwa penyedia memiliki keterbatasan kapabilitas namun punya motivasi yang kuat untuk memenangkan pemilihan.

Kesamaan/kesalahan dokumen teknis antar penawaran dapat dilihat diantaranya kesamaan format dokumen, analisa harga satuan dan lain sebagainya.

  • jaminan penawaran dikeluarkan dari penjamin yang sama dengan nomor seri yang berurutan. Penerbit jaminan penawaran apalagi yang memiliki jaringan sangat luas menerbitkan jaminan berdasarkan nomor urut penerbitan sehingga penerbitan jaminan penawaran secara kolektif dijadikan salah satu indikasi bahwa penyedia yang menawar berada dalam satu kendali.

Yang perlu diingat adalah bahwa indikasi tersebut baru dapat dijadikan bukti terjadinya persekongkolan apabila minimal terpenuhi 2 diantara 5 indikasi. Untuk itu pokja harus cerdas dan cermat mengambil keputusan.

Misal yang sering ditanyakan terkait surat dukungan teknis yang sama apakah sudah dapat dinyatakan bersalah dan melanggar ketentuan? Kesamaan surat dukungan teknis tidak serta merta dapat dijadikan dasar persekongkolan menurut Perpres 54/2010 pasal 83 selama indikasi yang lain tidak terpenuhi.

Demikian sedikit bahasan singkat tentang ulasan mengenai adanya Indikasi Persekongkolan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di dalam K/L/D/I.

0 Response to "Inilah Indikasi adanya Persekongkolan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa"

Post a Comment