Pengadaan Helikopter VVIP Kepresidenan Dilakukan Tanpa Lelang dan Menggunakan Produk Luar, Ada Permainan?


Jakarta – TNI Angkatan Udara (TNI AU) merencanakan untuk membeli helikopter jenis Agusta Westland 101 (AW-101) yang merupakan buatan Italia untuk kelas very-very important person (VVIP). Helikopter AW-101 ini yang akan digunakan untuk kegiatan Bapak Jokowi dalam melaksanakan tugas kepresidenan. Pengadaan helikopter ini dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung tanpa lelang. Hal itu ditegaskan oleh  Khairul Fahmi dan Mufti Makarim selaku pengamat militer.

Khairul menjelaskan, pengadaan helikopter kepresidenan seharusnya melalui proses lelang. Hal itu dikarenakan spesifikasi helikopter kelas VVIP yang nyaman dan canggih dapat dibuat oleh beberapa produsen termasuk PT Dirgantara Indonesia (DI). Sejumlah kalangan ahli dirgantara mengatakan, helikopter sejenis AW-101 juga mampu diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia.

“Jika dengan mekanisme lelang, saya pikir pabrikan akan mengajukan harga terbaiknya. Helikopter jenis itu (AW-101) kan bisa saja dimodifikasi dari produk basisnya, tinggal custom sesuai dengan kebutuhan," kata Khairul.

Ia menambahkan, helikopter VVIP untuk kegiatan kepresidenan harus memenuhi standar, yaitu aspek mesin yang tidak cepat panas atau bising dan mengutamakan keamanan serta kenyamanan ketika digunakan.

Fahmi mengatakan, banyak sekali helikopter sejenis AW-101 yang memiliki kesamaan dalam kecanggihannya bisa didapatkan dengan harga yang lebih murah. Bahkan , PT Dirgantara Indonesia sudah mampu menciptakan helikopter yang tidak kalah canggihnya dengan helikopter jenis AW-101. PT DI sudah menciptakan helikopter EC-725 Super Cougar yang digunakan sedikitnya oleh 32 kepala negara.

"Pengadaan Helikopter AW-101 melalui penunjukan langsung akan memberikan kesan bahwa hal ini dibuat-buat kecanggihannya. Padahal, banyak perusahaan yang lebih baik. Bisa saja dari awal pemerintah sudah dengan menunjuk langsung pabrikannya, mungkin ada permainan" tuturnya.

Mufti Makarim mengatakan, seharusnya, pengadaan helikopter mengikuti anggaran, bukan anggarannya yang disesuaikan dengan pengadaan. Jika anggarannya yang disesuaikan, patut dipertanyakan mengapa pemerintah lebih memilih AW-101. Padahal kenyataannya banyak helikopter yang lebih baik jika pemerintah mau mengikuti anggaran yang sudah ditetapkan.

Mufti menambahkan, apalagi pengadaan helikopter kepresidenan sejenis ini bukanlah dalam kategori mendesak sehingga mekanisme pengadaannya bisa dilakukan melalui lelang. Jika melalui prosedur lelang, setiap pabrikan akan menunjukan kualitas terbaik dan bisa mendapatkan harga terbaik. Presiden sendiri pernah mengatakan untuk jenis pengadaan yang sulit tercapai baru diperbolehkan dengan menggunakan sistem penunjukan langsung, seperti pengadaan pupuk. Beda dengan pengadaan helikopter kepresidenan ini yang bukan dalam kategori urgent.

(Baca juga : Pengadaan Pupuk Menggunakan Sistem Penunjukan Langsung Agar Target Tercapai)

"Kalau masalah ini tidak dibongkar, ujung-ujungnya Jokowi juga yang akan mendapatkan namanya jelek," ucapnya.

Kaji Kembali Pengadaan Helikopter VVIP Kepresidenan

DPR mendesak TNI AU mengkaji kembali rencana pengadaan helikopter AW-101.  Anggota Komisi I DPR, Saifullah Tamliha mengatakan, pembelian helikopter produk asing tidak sesuai dengan semangat Nawacita yang selalu didengungkan oleh Presiden Joko Widodo.

“Menurut saya untuk  kepentingan presiden, tetap beli  produk dalam negeri saja. Kan Nawacitanya, mendorong industri dalam negeri, kenapa harus helikopter buatan asing?” kata Saifullah kepada SH, Jumat (27/11).

Ia mengatakan, helikopter AW-101 yang dibeli TNI AU tergolong mahal dibanding Super Puma yang selama ini digunakan presiden. Harga per unit AW-101 mencapai US$ 55 juta per unit.

Saifullah mengatakan, bakal mempertanyakan rencana pembelian tersebut ke menteri Pertahanan dan Panglima TNI. “Kami akan pertanyakan dalam rapat kerja,” ujarnya.

Anggota Komisi I lainnya, Mayjen (Purn) Tubagus Hasanuddin memahami, sudah 13 tahun helikopter kepresidenan tidak pernah diganti. Karena itu, demi kenyamanan presiden dan juga tamu-tamu negara, sudah saatnya membeli helikopter baru.

Namun, menurutnya, harga AW-101 terlalu mahal dibandingkan Super Puma yang diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia. Harga satu unit Super Puma hanya US$ 36 juta atau lebih murah US$ 20 juta dari AW-101.

“Bila Super Puma mau dilengkapi seperti AW-101 Agusta sesungguhnya tinggal menambah spesifikasi : FLIR (forward looking infra), chaff and flare dispencer (proteksi /anti peluru kendali ), infrared jammer, laser warning, dan semua alat ini seluruhnya senilai US$ 5 juta,” tutur Tubagus.

Disebutkan bahwa menggunakan produk dalam negeri akan memberikan keuntungan kepada negara 30 persen dari harga dasarnya. Selain itu,  keuntungan lain yang didapat dari pembelian helikopter melalui lelang dengan pabrikan lokal ialah bakal membuka lapangan kerja bagi 700 orang.

“Layanan purna jual, seperti perawatan dan pengadaan suku cadangnya pun akan lebih murah dan terjamin jika melakukan pembelian produk dalam negeri,” tambahnya.

Menurut Tubagus, berdasarkan amanah UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan, tidak dibenarkan membeli alat pertahanan dan keamanan dari luar negeri yang Sumber Daya Manusia (SDM) nya bisa memproduksi sendiri.

Sebelumnya, PT DI merekomendasikan helikopter antipeluru tipe EC-725 Cougar untuk digunakan sebagai kendaraan presiden dan wakil presiden.

"Helikopter Airbus EC-725 sangat direkomendasikan untuk VVIP kepresidenan, yakni presiden dan wakil presiden, dan lebih unggul dibandingkan dengan buatan Italia," ujar Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo.

Alasan Kenyamanan

Marsekal Agus Supriatna selaku Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) mengatakan alasan pembelian Helkopter AW-101 karena satu paket dengan pengadaan atau pembelian helikopter angkut berat baru TNI AU. Rencananya, TNI AU membeli enam helikopter angkut berat dan tiga helikopter VIP. Helikopter  AW-101, katanya  bisa membawa muatan lebih dari empat ton.

"Kami juga perlu helikopter AW-101 dengan alasan menyamakan perawatan dan pemeliharaan dengan helikopter lain yang sebanyak enam unit itu," kata Agus.

Ia tidak menjelaskan secara rinci mengapa TNI AU lebih memilih AW-101 dibandingkan jenis helikopter lainnya. Ia hanya menjelaskan, awalnya, TNI AU hanya mendapatkan izin membeli dua helikopter VIP sesuai dengan anggaran. Namun, pihak Mabes TNI akhirnya memberikan izin untuk menambah satu helikopter VIP lagi dengan sumber dana pinjaman luar negeri.

Agus juga memastikan, pengadaan helikopter seharga US$ 55 juta itu sudah melalui kajian yang panjang. Di sisi lain, untuk kenyamanan dan keamanan yang menjadi prioritas helikopter tersebut semata-mata agar kepala negara dan tamu-tamu bangsa tidak membungkuk.

"Pengadaan Helikopter Kepresidenan ini jangan dipolitisasi. Ini rencana saya. Jadi, VVIP tak perlu jongkok-jongkoklah. Presiden nggak perlu bungkuk-bungkuk masuk. Itu tanggung jawab saya. Kami sudah kaji itu. Kalau nggak dipakai presiden, ya dipakai saya," tuturnya.

0 Response to "Pengadaan Helikopter VVIP Kepresidenan Dilakukan Tanpa Lelang dan Menggunakan Produk Luar, Ada Permainan?"

Post a Comment