Peraturan dalam Sektor Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan Kualifikasinya


Pengadaan.web.id - Selain dari Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pembangunan nasional dan pelayanan publik tidak bisa terlepas dari usaha Pemerintah dalam melaksanakan proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum, terlebih dalam pembangunan infrastruktur. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sendiri memiliki dasar hukum yang mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005. Berdasarkan regulasi tersebut, yang dimaksud dengan pengadaan tanah adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah (Pasal 1 angka 3).

Pembangunan untuk kepentingan umum diperlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil. Oleh karenanya, pengadaan tanah bersumber dari APBN/APBD untuk membiayai: perencanaan, persiapan, pelaksanaan, penyerahan hasil, administrasi dan pengelolaan, dan sosialisasi. Peraturan ini dikeluarkan oleh Kemenkeu di dalam PMK-10/PMK.02/2016 tentang Biaya pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang bersumber dari APBN.

Perundangan dan peraturan yang terkait dengan Pertanahan dan Pengadaan Tanah UU yang mengatur tentang seluk beluk tanah di Indonesia diatur melalui:

  1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
  2. Undang-undang Nomor 51 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya
  3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya.
  4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
  8. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
  9. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
  10. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
  11. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan
  12. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Selanjutnya, pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan infastruktur untuk kepentingan umum dapat dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, pencabutan hak atas tanah, atau dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Berikut ini yang termasuk dalam kualifikasi atau cakupan pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah:
  1. jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;
  2. waduk, bendungan, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya;
  3. rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat;
  4. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal;
  5. peribadatan;
  6. pendidikan atau sekolah;
  7. pasar umum;
  8. fasilitas pemakaman umum;
  9. fasilitas keselamatan umum;
  10. pos dan telekomunikasi;
  11. sarana olah raga;
  12. stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya;
  13. kantor Pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan atau lembaga-lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa;
  14. fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;
  15. lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan;
  16. rumah susun sederhana;
  17. tempat pembuangan sampah;
  18. cagar alam dan cagar budaya;
  19. pertamanan;
  20. panti sosial;
  21. pembangkit,  transmisi, distribusi tenaga listrik.

Permasalahan dalam Pengadaan Tanah dan dampaknya

Permasalahan dalam pengadaan tanah dapat terkait secara langsung dengan proses pengadaan tanahnya sejak perencanaan hingga penyerahan, maupun dampak tidak langsung dari kesejajaran nilai tanah yang telah digantikan dengan uang atau lainnya. Dibanding harta lainnya yang dapat dimiliki manusia, secara umum kepemilikan tanah memiliki keterikatan lebih luas dan menyangkut banyak pihak dibanding dengan kepemilikan harta benda lainnya. Berikut ini permasalahan yang sering timbul dari pengadaan tanah untuk kepentingan umum.


  1. Penentuan bentuk dan besarnya ganti rugi dianggap oleh masyarakat tidak layak, dalam arti bahwa ganti rugi itu tidak dapat digunakan untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan sosial ekonominya, bahkan tingkat kesejahteraan sosial ekonominya menjadi lebih buruk jika dibandingkan keadaan sebelum tanahnya dicabut atau dibebaskan haknya.
  2. Batasan tentang pengertian kepentingan umum yang dijadikan dasar pengadaan tanah ini sangat abstrak, sehingga menimbulkan penafsiran yag berbeda-beda dalam masyarakat. Akibatnya terjadi “ketidakpastian hukum” dan dapat menjurus pada munculnya konflik.
  3. Penggantian kerugian hanya terbatas bagi masyarakat pemilik tanah ataupun penggarap tanah,yang berarti ahli warisnya. Ketentuan ini tanpa memberikan perlindungan terhadap warga masyarakat yang bukan pemilik, seperti penyewa atau orang yang mengerjakan tanah, yang menguasai dan menempati serta yang menggunakan tanah. Di samping itu terhadap hak ulayat yang dibebaskan untuk kepentingan umum, bagi masyarakat adat tersebut belum dilindungi dan belum mendapat kontribusi dari pembangunan itu, serta recognisi sebagai ganti pendapatan, pemanfaatan dan penguasaan hak ulayat mereka yang telah digunakan untuk pembangunan.
  4. Setiap perselisihan yang terjadi dalam pelaksanaan tentang menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi perlu adanya pemikiran bahwa penyelesaiannya yang paling utama harus dilakukan dengan penyelesaian ADR (Alternative Dispute Resolution), yaitu melalui musyawarah, negosiasi dan mediasi, jika cara ini tidak membuahkan hasil, maka penyelesaian baru melalui proses yudisial ke pengadilan.
  5. Panitia pencabutan hak-hak atas tanah harus juga bertanggung jawab terhadap upaya pemulihan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terkena dampak pembebasan.


Selain permasalahan yang disebutkan di atas, seperti halnya proses pengadaan barang/jasa, dan pelaksanaan kontrak, dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum pun tidak luput dari aktivitas menyimpang di antaranya melalui cara: pengadaan tanah yang menyalahi prosedur sebagaimana yang dinyatakan dalam undang-undang, menjual tanah kepada Negara dengan harga yang relatif tinggi melebihi harga pasaran, kolusi antara panitia dengan pemilik tanah, dan sebagainya.


0 Response to "Peraturan dalam Sektor Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan Kualifikasinya"

Post a Comment