Ini Lho 18 Modus Operandi Korupsi di Sektor Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) Pemerintah


Pengadaan.web.id - Sebelumnya telah dijelaskan mengenai KPPU yang Beberkan Modus Persekongkolan Mafia Tender Proyek Pemerintah, sekarang kami akan memaparkan 18 Modus Operandi Korupsi di Sektor Pengadaan Barang/Jasa (PBJ). Menjadi sarang utama dalam sumbangsih kasus korupsi di Indonesia, pengadaan barang/jasa dinilai masih jalan di tempat pasca reformasi tahun 1998. Perubahan dari manual ke elektronik tidak serta-merta mampu menjadikan pengadaan barang/jasa terbebas dari bahaya laten KKN yang menjangkit bangsa ini. KPK merilis kasus-kasus korupsi di Indonesia sejak tahun 2014 dan pengadaan barang/jasa mencapai 70% dari total kasus tindak pidana korupsi di Indonesia. Selain itu, ICW juga tidak menjamin dengan serta merta adanya sistem elektronik di dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menunjukan telah adanya transparansi publik.


Tentu berbagai perubahan yang telah dilakukan baik LKPP ataupun pihak terkait tidak semuanya mengecewakan. Tapi fakta bahwa praktik korupsi di dalam PBJ yang menjadi sarang utama dalam penyelewengan anggaran menandakan masih banyak yang harus dievaluasi dari agenda besar pengadaan barang/jasa di Indonesia. Ada begitu banyak modus  yang digunakan oleh para oknum untuk menyelewengkan uang negara melalui proses pengadaan barang/jasa. Menurut mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, terdapat 18 modus operandi yang biasanya digunakan oleh oknum-oknum tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Pengusaha menggunakan pengaruh pejabat pusat untuk “membujuk” Kepala Daerah/Pejabat Daerah mengintervensi proses pengadaan dalam rangka memenangkan pengusaha, melakukan mark-up harga atau nilai kontrak, dan pengusaha tersebut memberikan sejumlah uang kepada pejabat pusat maupun daerah.
  2. Pengusaha memengaruhi Kepala Daerah/Pejabat Daerah untuk mengintervensi proses pengadaan agar rekanan tertentu dimenangkan dalam tender atau ditunjuk langsung, dan harga barang/jasa dinaikkan (mark up), kemudian selisihnya dibagi-bagikan.
  3. Panitia pengadaan membuat spesifikasi barang yang mengarah ke merk atau produk tertentu dalam rangka memenangkan rekanan tertentu dan melakukan mark up harga barang atau nilai kontrak.
  4. Kepala Daerah/Pejabat Daerah memerintahkan bawahannya untuk mencairkan dan menggunakan dana/anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukannya kemudian mempertanggungjawabkan pengeluaran dimaksud dengan menggunakan bukti-bukti yang tidak benar atau fiktif.
  5. Kepala Daerah/Pejabat Daerah memerintahkan bawahannya menggunakan dana/uang daerah untuk kepentingan pribadi koleganya, atau untuk kepentingan pribadi kepala/pejabat daerah yang bersangkutan, kemudian mempertanggungjawabkan pengeluaran-pengeluaran dimaksud dengan menggunakan bukti-bukti yang tidak benar, bahkan dengan menggunakan bukti-bukti yang kegiatannya fiktif.
  6. Kepala Daerah menerbitkan peraturan daerah sebagai dasar pemberian upah pungut atau honor dengan menggunakan dasar peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang tidak berlaku lagi.
  7. Pengusaha, pejabat eksekutif, dan pejabat legislatif daerah bersepakat melakukan ruislag (pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara tukar menukar) atas aset Pemda dan melakuknmark down atas aset Pemda serta mark up atas aset pengganti dari pengusaha/rekanan.
  8. Para Kepala Daerah meminta uang jasa (dibayar dimuka) kepada pemenang tender sebelum melaksanakan proyek.
  9. Kepala Daerah menerima sejumlah uang dari rekanan dengan menjanjikan akan diberikan proyek pengadaan.
  10. Kepala Daerah membuka rekening atas nama kas daerah dengan specimen pribadi (bukan pejabat dan bendahara yang ditunjuk), dimaksudkan untuk mepermudah pencairan dana tanpa melalui prosedur.
  11. Kepala Daerah meminta atau menerima jasa giro/tabungan dana pemerintah yang ditempatkan pada bank.
  12. Kepala Daerah memberikan izin pengelolaan sumber daya alam kepada perusahaan yang tidak memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
  13. Kepala Daerah menerima uang/barang yang berhubungan dengan proses perijinan yang dikeluarkannya.
  14. Kepala Daerah/keluarga/kelompoknya membeli lebih dulu barang dengan harga yang murah kemudian dijual kembali kepada instansinya dengan harga yang sudah di-mark up.
  15. Kepala Daerah meminta bawahannya untuk mencicilkan barang pribadinya menggunakan anggaran daerahnya.
  16. Kepala Daerah memberikan dana kepada pejabat tertentu dengan beban kepada anggaran dengan alasan pengurusan DAU/DAK.
  17. Kepala Daerah memberikan dana kepada DPRD dalam proses penyusunan APBD.
  18. Kepala Daerah mengeluarkan dana untuk perkara pribadi dengan beban anggaran daerah.
Baca: Berbagai Dampak Akibat Praktik Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Delapan belas modus operandi ini adalah yang paling sering digunakan oleh para oknum pencuri uang negara. Filtrasi yang dilakukan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektonik (LPSE) dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) sejauh ini masih belum optimal. Masih banyak celah yang bisa digunakan untuk mengakali atau mengintervensi proses pengadaan barang/jasa meskipun telah ada LPSE dan ULP . Sehingga sudah semestinya kita sebagai masyarakat lebih peduli dan berani melaporkan ke pihak berwajib jika kita menemukan adanya indikasi KKN dalam proses pengadaan barang/jasa. Bisa jadi para oknum nakal tersebut ada di sekitar atau bahkan dekat dengan kita.

0 Response to "Ini Lho 18 Modus Operandi Korupsi di Sektor Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) Pemerintah"

Post a Comment