5 Paradigma Administrasi Publik

Administrasi publik bukanlah ilmu tunggal, melainkan hasil perpaduan teori organisasi, ilmu manajemen, dan konsep kepentingan umum. Paradigma ini menciptakan disiplin ilmu yang menggabungkan berbagai pengetahun untuk mencapai tujuan bersama. 

Oleh karena itu, berikut akan diulas mengenai 5 paradigma administrasi publik yang telah adadan  mampu menyesuaikan diri dengan dinamika zaman.





5 Paradigma Administrasi Publik


Paradigma, sebagai corak berpikir dan dasar nilai, memiliki peran untuk membentuk ilmu pengetahuan. 

Dalam ilmu administrasi, Nicholas Henry (1985) menyajikan lima paradigma administrasi publik yang membentuk landasan ilmu ini:


Paradigma 1: Dikotomi Politik dan Administrasi (1926-1990)


Pada masa ini, konsep dikotomi politik dan administrasi menjadi sorotan utama. Ide ini menekankan bahwa administrasi publik seharusnya berpusat pada birokrasi pemerintah. 

Menurut pandangan Goodnow dan sesama ahli administrasi publik, fokus utama adalah pada masalah organisasi dan penyusunan anggaran dalam birokrasi pemerintahan. 

Pemisahan antara politik dan kebijakan dianggap menjadi domain ilmu politik. Namun, perdebatan seputar dikotomi antara ilmu politik dan ilmu administrasi muncul, menimbulkan tantangan bagi akademisi dan praktisi.


Paradigma 2: Prinsip-Prinsip Administrasi (1937-1927)


Paradigma berikutnya menitikberatkan pada "prinsip-prinsip" manajerial yang dianggap berlaku universal untuk setiap jenis organisasi dan lingkungan budaya. Pada masa ini, fokus terhadap lokus administrasi publik mengalami penurunan, sementara prinsip-prinsip manajemen menjadi pusat perhatian. 

Beberapa perbedaan pandangan muncul, termasuk keberatan bahwa politik dan pemerintahan tidak dapat dipisahkan sepenuhnya. Kritik lain mengarah pada ketidak konsistenan logis dari prinsip-prinsip administrasi.

Pergeseran fokus dari dikotomi politik ke prinsip-prinsip administrasi membawa tantangan tersendiri. Sejumlah intelektual menciptakan perspektif baru yang meninggalkan paradigma lama. Meskipun demikian, identitas administrasi publik menjadi samar, dengan beberapa berpendapat bahwa identitas yang jelas masih sulit ditemukan.


Paradigma 3: Administrasi Publik Sebagai Ilmu Politik (1950-1970)


Fase ketiga paradigma administrasi publik membawa perubahan signifikan dengan upaya membangun kembali hubungan antara administrasi publik dan ilmu politik. Pada periode ini, definisi administrasi publik lebih sering mengacu pada usaha "mendefinisikan" bidang ilmu ini dan memperjelas fokus analisis serta keahlian esensial. 

Administrasi publik dianggap sebagai "penekanan," "daerah kepentingan," bahkan sebagai "sinonim" ilmu politik. Dengan demikian, administrasi publik kembali menjadi bagian dari ilmu politik, dan prinsip-prinsip administrasi diimplementasikan dengan mempertimbangkan berbagai faktor lingkungan yang memengaruhi kebijakan publik.


Namun, pada tahun 1962, pergeseran ini tidak sepenuhnya meredakan ketegangan. Administrasi publik tidak diakui sebagai sub-bidang ilmu politik dalam laporan Komite Ilmu Politik di Amerika. Meskipun upaya untuk mendekatkan administrasi publik dengan ilmu politik, tantangan dan perbedaan tetap ada.


Paradigma 4: Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi (1956-1970)


Di sisi lain, paradigma keempat mengangkat ilmu administrasi sebagai fondasi utama untuk administrasi publik. Pada masa ini, administrasi publik tetap menggunakan kerangka ilmu administrasi, mengembangkan pemahaman sosial, psikologi, dan analisis sistem sebagai pelengkap. 

Ilmu administrasi memberikan fokus tanpa harus terpaku pada lokus tertentu. Meskipun menawarkan teknik dengan keahlian dan spesialisasi, ilmu administrasi tidak memandang kelembagaan sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara sempit.

Namun, muncul masalah ketika ilmu administrasi menjadi satu-satunya fokus untuk administrasi publik. Paradigma ini menimbulkan pertanyaan apakah administrasi publik dapat tetap relevan dan bermanfaat jika ditempatkan hanya dalam kerangka ilmu administrasi. 

Beberapa khawatir bahwa sekolah administrasi bisnis akan menyerap administrasi publik jika ilmu administrasi menjadi satu-satunya panduan.

Tantangan terbesar adalah bahwa ilmu administrasi sendiri mungkin tidak mampu memahami nilai-nilai dan kepentingan umum. Tanpa unsur ini, ilmu administrasi dapat disalahgunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi. 

Konsep penentuan dan penerapan kepentingan publik menjadi esensi administrasi publik, dan memposisikan bidang ini hanya sebagai fokus teori organisasi dan ilmu manajemen tampak kurang mendukung dalam konteks ilmu politik.


Paradigma 5: Administrasi Publik sebagai Administrasi Publik (1970-sekarang)


Pada era ini, administrasi publik mencapai periode yang menarik yang sekarang kita kenal sebagai paradigma administrasi publik sebagai administrasi publik. Meskipun kurangnya kemajuan dalam menetapkan lokus atau urusan publik yang tepat, bidang ini tidak lagi terfokus pada keunikan faktor sosial tertentu atau negara sebagai lokus yang sepenuhnya relevan. 

Fenomena ini dapat dirasakan sebagai suatu tantangan bagi para administrator publik, tetapi sekaligus menawarkan ruang bagi mereka untuk berbagi konsep lintas disiplin di universitas, memerlukan kapasitas sintesis intelektual, dan membimbingnya ke arah tema yang mencerminkan kehidupan perkotaan, hubungan administrasi antar organisasi, dan keterhubungan antara teknologi dan nilai kemanusiaan, yang singkatnya disebut sebagai urusan publik.

Pada tahun 1970, tidak muncul paradigma baru dalam administrasi publik. Namun, menurut Miftah Thoha, periode ini dapat dianggap sebagai paradigma pembangunan. Deklarasi ini merujuk pada inisiasi PBB pada tahun 1970 yang menyatakan awal dari masa pembangunan. Administrasi publik di masa ini menempatkan fokusnya pada administrasi pembangunan.

Perkembangan ini membawa dampak signifikan pada pandangan tradisional dan kekakuan bidang administrasi publik. Batasan antara "ruang publik" dan "ruang privat" mulai memudar, dan administrasi publik mendefinisikan dirinya secara fleksibel sebagai lokus yang dapat beradaptasi dengan berbagai konteks. 

Administrator publik juga semakin erat terkait dengan ilmu kebijakan, ekonomi politik, proses pembuatan kebijakan publik, dan analisisnya. Pengukuran output kebijakan juga menjadi fokus, menciptakan hubungan yang lebih jelas antara administrasi publik dan fokus serta lokusnya.


Perbedaan Ilmu Administrasi Negara dengan Ilmu Politik


Ilmu administrasi publik dan administrasi negara adalah dua bidang studi yang sering kali disamakan, namun sebenarnya memiliki perbedaan signifikan dalam fokus dan cakupan. 

Berikut adalah perbandingan antara keduanya dalam bentuk tabel:

Aspek

Ilmu Administrasi Negara

Ilmu Administrasi Publik

Fokus

Birokrasi pemerintah dan publik, kemudian berkembang menjadi lebih luas, termasuk birokrasi swasta.

Melibatkan birokrasi pemerintah dan swasta.

Kaitan dengan Politik

Lebih berorientasi pada aspek administratif dan eksekutif pemerintahan.

Terlibat dalam implementasi kebijakan publik dan pelayanan.

Tujuan Utama

Menyelenggarakan administrasi pemerintah.

Menyelenggarakan pelayanan publik efektif dan efisien.

Pengaruh terhadap Kebijakan

Lebih terkait dengan pembuatan keputusan politik.

Terkait dengan pelaksanaan kebijakan dan pelayanan kepada masyarakat.

Keterlibatan dalam Masyarakat

Lebih terfokus pada aspek internal pemerintahan.

Mencakup semua aspek kehidupan sosial kemasyarakatan.



Dalam menghadapi dinamika zaman, paradigma administrasi publik sebagai administrasi publik menawarkan kerangka yang lebih luwes dan terintegrasi. Seiring berjalannya waktu, administrasi publik diharapkan tetap mengembangkan diri, merespons perubahan masyarakat, dan membantu penyelenggaraan pelayanan publik.

0 Response to "5 Paradigma Administrasi Publik"

Post a Comment