LKPP Inisiasi Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa PBJP


Jakarta - Mengantisipasi tingginya potensi dan risiko permasalahan hukum, LKPP menginisiasi pembentukan badan penyelesaian sengketa pengadaan barang dan jasa pemerintah (BPS PBJP). Badan ini diharapkan dapat mempercepat penyelesaian masalah yang timbul dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah dengan cepat, akurat dan berbiaya ringan namun tetap menjunjung prinsip keadilan dan kepastian hukum.

Hasil observasi LKPP menunjukkan, potensi permasalahan hukum dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah masih tinggi. Baik itu dalam tahapan perencanaan, pemilihan, pelaksanaan ataupun serah terima barang/jasa. Seringkali masalah tersebut berujung di pengadilan dan menghabiskan banyak waktu. Akibatnya, proses pengadaan terhambat atau bahkan bisa tidak terealisasi.

Hingga Mei 2015, LKPP telah mencatat lebih kurang ada 1.620 kasus sanggahan, 1.510 pengaduan, 777 sengketa pelaksanaan kontrak, dan 251 kasus blacklist. Namun dari seluruh kasus tersebut, hanya 10% sengketa yang diperkarakan. Akibatnya, kepercayaan publik dan gairah pelaku pengadaan menjadi rendah.

Permasalahan tersebut diantaranya adalah gugatan penyedia yang tidak dapat berkompetisi karena ketidaktahuan atas Rencana Uumum Pengadaan, ketidakpuasan putusan sanggah, pengaduan perkara atas ketidaksetujuan perubahan spesifikasi teknis pada kontrak, serta ketidakmampuan penyedia dalam memenuhi kontrak.

Keberadaan badan penyelesaian sengketa dalam ranah pengadaan barang dan jasa pemerintah diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan hukum dalam pengadaan secara efisien dan beraksesibilitas luas. Sebab, kasus yang menjadi domain BPS PBJP tidak hanya mencakup sengketa persekongkolan atau persaingan usaha tidak sehat, melainkan mencakup seluruh kasus perdata dalam ranah pengadaan barang/jasa.

Selain itu, kehadiran badan ini sekaligus dapat memberikan kemanfaatan, berupa keadilan dan kepastian hukum melalui proses yang cepat, akurat, dan berbiaya murah. Hal ini karena BPS PBJP menerapkan proses beracara yang lebih fleksibel. Jika dirasa cukup, penetapan putusan sudah dapat dilakukan setelah tahap penyerahan jawaban. Hal ini sangat berkontras dengan mekanisme beracara di pengadilan yang sering kali menghabiskan waktu hingga enam bulan. Sementara itu, penyelesaian sengketa melalui Badan Arbritase Nasional Indonesia (BANI) memerlukan biaya yang besar.

Majelis hakim BPS PBJP berjumlah ganjil dan terdiri atas tiga unsur, yaitu pemerintah, penyedia, dan akademisi. Susunan unsur majelis ini bertujuan untuk menghindari keberpihakan. Adapun kelebihan dari BPS PBJP ini adalah majelis hakim yang benar-benar berkompetensi di bidang pengadaan barang dan jasa.  Pengetahuan atas peraturan, kebijakan, dan aturan khusus—semisal surat edaran—menjadi dasar dalam penetapan putusan yang adil.  Inisiasi pembentukan badan ini telah dimulai pada awal tahun 2015 dan akan dilanjutkan dengan berbagai kegiatan secara bertahap pada 2016.

0 Response to "LKPP Inisiasi Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa PBJP"

Post a Comment