Belanja Barang Pemerintah dengan Dana DIPA



Belanja Barang Pemerintah adalah pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan, misalnya belanja barang untuk keperluan kantor sehari-hari, pengadaan/penggantian peralatan kantor yang nilainya tidak memenuhi syarat nilai kapitalisasi minimum, langganan daya dan jasa, dan pekerjaan yang bersifat non fisik yang secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi K/L/PD.

Belanja barang pemerintah dikelompokkan ke dalam 3 kategori belanja yaitu :

  1. Belanja pengadaan barang dan jasa, belanja barang dan jasa yang tidak memenuhi kapitalisasi dikategorikan ke dalam belanja barang operasional dan belanja barang non operasional.
  2. Belanja pemeliharaan, yaitu belanja yang dikeluarkan dan tidak menambah dan memperpanjang masa manfaat dan/atau kemungkinan besar tidak memberi manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, tetap dikategorikan sebagai belanja pemeliharaan.
  3. Belanja perjalanan, yaitu belanja perjalanan yang dikeluarkan tidak untuk tujuan perolehan aset tetap.

Belanja modal pemerintah adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap atau aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari 1 (satu) periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.  

Aset tetap mempunyai ciri-ciri berwujud, akan menambah aset pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dan nilainya relatif materianl. Sedangkan ciri-ciri aset lainnya adalah tidak berwujud, akan menambah aset pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dan nilainya relatif material.


Belanja modal meliputi antara lain :

  1. Belanja modal tanah, adalah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengadaan/ pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
  2. Belanja modal peralatan dan mesin, adalah pengeluaran untuk pengadaan peralatan dan mesin yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan antara lain biaya pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.
  3. Belanja modal gedung dan bangunan, adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian gedung dan bangunan sampai dengan bangunan  dan gedung dimaksud dalam kondisi siap digunakan.
  4. Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan, adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan yang menambah kapasitas sampai jalan, irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap digunakan.
  5. Belanja modal fisik lainnya, adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam belanja modal diatas. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja yang menambah kapasitas sampai jalan, irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap digunakan.


 Suatu belanja dikategorikan sebagai belanja modal apabila:

  1. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang menambah masa umur, manfaat, dam kapasitas;
  2. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah;
  3. Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual atau dibagikan.

Pengeluaran setelah Perolehan Aset


Belanja untuk pengeluaran-pengeluaran sesudah perolehan aset tetap atau aset lainnya yaitu belanja pemeliharaan yang dikapitalisasi dapat dimasukkan sebagai belanja modal jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  1. Pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas, dan volume aset yang dimiliki;
  2. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya;

Pertambahan masa manfaat adalah bertambahnya umur ekonomis yang diharapkan dari aset tetap yang sudah ada, contohnya sebuah gedung semula diperkirakan mempunyai umur ekonomis 10 tahun, pada tahun ke-7 dilakukan renovasi dengan harapan gedung tersebut masih dapat digunakan 8 tahun lagi. Dengan adanya renovasi tersebut maka umur gedung berubah dari 10 menjadi 15 tahun.

Peningkatan kapasitas adalah bertambahnya kapasitas atau kemampuan aset tetap yang sudah ada, misalnya sebuah generator listrik yang mempunyai output 200 kw dilakukan renovasi sehingga kapasitasnya meningkat menjadi 300 kw.

Peningkatan kualitas aset adalah bertambahnya kualitas dari aset tetap yang sudah ada misalnya, jalan yang masih berupa tanah ditingkatkan oleh pemerintah menjadi jalan aspal.

Pertambahan volume aset adalah bertambahnya jumlah atau  satuan ukuran aset yang sudah ada, misalnya penambahan luas bangunan suatu gedung dari 400m2 menjadi 500m2.

Komponen pembiayaan belanja barang dan belanja modal


Hampir sebagian besar belanja pemerintah yang dialokasi dalam APBN dilaksanakan melalui proses pengadaan barang dan jasa, seperti belanja barang, belanja modal, sebagian belanja bantuan sosial, dan belanja hibah. Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa seluruh komponen pembiayan terkait dengan belanja barang terutama belanja modal dapat dialokasikan pada saat penyusunan anggaran atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Adapun pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) dapat dibiayai dari APBN, yaitu meliputi:

  1. honorarium personil organisasi Pengadaan Barang/Jasa (panitia pengadaan, PPHP, honor tim teknis, tim pendukung);
  2. biaya pengumuman Pengadaan Barang/Jasa;
  3. biaya penggandaan dokumen pengadaan Barang/Jasa; dan biaya lainnya yang diperlukan (biaya survei harga, biaya rapat, biaya lain-lain).

Kemudian pada lampiran II Perpres 54 tahun 2010 mengenai Barang (demikian pula pada lampiran III s.d V), dalam hal Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pengkajian ulang atas Rencana Umum Pengadaan (RUP), apabila biaya pengadaan dan pendukungnya belum atau kurang dianggarkan serta terdapat kesalahan administrasi dalam dokumen anggaran, maka PPK dapat mengusulkan revisi dokumen anggaran.

Sedangkan dalam PMK 93/PMK.02/2011 tentang petunjuk penyusunan dan penelaahaan RKAKL menerapkan konsep nilai perolehan (full costing) pada jenis belanja. Artinya terkait dengan konsep harga perolehan menetapkan bahwa seluruh pengeluaran yang mengakibatkan tersedianya aset siap dipakai maka seluruh pengeluaran tersebut masuk ke dalam belanja modal.

Dengan demikian pada saat penyusunan anggaran dapat dialokasikan seluruh pengeluaran terkait dengan belanja barang dan modal tersebut. Seluruh pengeluaran terkait dengan belanja barang dan jasa yang termasuk kategori belanja barang dialokasikan kedalam belanja barang, sedangkan seluruh pengeluaran yang terkait dengan belanja aset tetap dan aset lainnya yang termasuk kategori belanja modal dialokasikan kedalam belanja modal.

Contoh untuk pengadaan gedung, maka dapat dialokasi pengeluaran-pengeluaran terkait dengan perolehan aset gedung sebagai berikut :
  • Honor panitia pengadaan sejumlah paket yang dilelangkan
  • Honor panitia penerima hasil pekerjaan sejumlah paket yang dilelangkan
  • biaya pembuatan dokumen
  • biaya survey, biaya pengurusan IMB
  • biaya perencanaa gedung
  • biaya pengawasan gedung
  • biaya konstruksi gedung
Seluruh pengeluaran tersebut diatas dialokasikan ke dalam belanja modal gedung dan bangunan.
Contoh lain untuk kegiatan pengadaan ATK, maka dapat dialokasikan sebagai berikut :
  • Honor panitia pengadaan/pejabat pengadaan
  • Honor panitia penerima hasil pekerjaan
  • Biaya pembuatan dokumen
  • Biaya survey (biaya perjalanan)
Seluruh pengeluaran tersebut diatas dialokasikan ke dalam belanja barang sesuai dengan kategori jenis belanja barang masing-masing, untuk hal tersebut diatas maka dialokasikan dalam belanja barang/jasa dan belanja barang perjalanan.

*Mandar Trisno Hadisaputra (PNS Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu)

1 Response to "Belanja Barang Pemerintah dengan Dana DIPA"

  1. Mohon maaf pak sebelumnya, kebetulan saya masih galau mengenai pernyataan SAP 07 Akuntansi Aset Tetap paragraf 35 tentang "Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu untuk membawa aset ke kondisi kerjanya."

    apakah honorarium, biaya ATK, penggandaan dokumen, dan biaya umum lainnya termasuk biaya yang dapat diattribusikan, menurut saya kok tidak ya pak? bukankah itu dapat dikatakan mirip dengan biaya pra-produksi bahkan tidak ada sangkut pautnya dengan barang secara langsung. itu hanya untuk persiapan membeli barang saja.

    banyak perdebatan mengenai hal ini karena pernyataan di bultek dengan lampiran SAP ttg akuntansi aset tetap tersebut sangat bertentangan sekali. terutama didukung dengan pernyataan bapak di atas.

    apabila kasus ini diterapkan di daerah sesuai dengan apa yang bapak nyatakan di atas bisa dibayangkan ketidakwajaran nilai aset tetap karena semua komponen dari honor, penggandaan, ATK, dan perjalanan dinas bahkan kalau berdasarkan PP 54 Tahun 2010 di atas biaya rapat yang mungkin di dalamnya ada biaya makan minum dan lainnya masuk ke dalam nilai aset tetap.

    kebetulan saya sudah bertanya ke beberapa orang terkait hal ini tetapi belum mendapatkan jawaban yang jelas. terima kasih, harap sekiranya bapak memberikan jawaban atas kegalauan saya. apabila terlalu panjang bisa diemail ke rzkyzkr@gmail.com

    ReplyDelete