DKI sebagai "Kelinci Percobaan" Penerapan Aplikasi Competitive Catalogue Guna Mendapatkan Kontraktor secara Cepat

Pengadaan.web.id - Pemprov DKI Jakarta ditunjuk menjadi "kelinci percobaan" dalam penerapan aplikasi Competitive Catalogue (Comcat) yang dikeluarkan oleh LKPP. Inovasi ini diharapkan mampu memudahkan pencarian kontraktor yang sudah terdaftar dalam e-Katalog, memperbaiki sistem pelelangan menjadi lebih efektif, efisien, dan minus kecurangan. Jika penerapan aplikasi Comcat ini berhasil, sistem ini akan digunakan di daerah lain.

Sesuai dengan yang disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang menyambut baik rencana dijadikannya DKI sebagai pilot project untuk sistem Comcat ini. Dengan demikian proses lelang untuk perbaikan trotoar, dinding turap (sheetpile) atau jalan berlubang tidak perlu menunggu lama atau berbelit-belit. Sebab melalui Comcat, kontraktor pembangunan bisa didapat hanya dalam bilangan waktu yang sangat singkat karena memang semua informasi sudah diatur menggunakan sistem.

Tak hanya informasi mengenai kontraktor saja yang muncul dalam tampilan aplikasi tersebut, Saat aplikasi tersebut dibuka, sudah terdapat harga dan bahkan bisa memutuskan siapa pemenangnya. Untuk penentuan kontraktor dan transparansi dilakukan oleh sistem dibantu Asian Development Bank.
Ketua LKPP dan Gubernur DKI Jakarta

Dalam kesempatan yang sama, Ketua LKPP Agus Prabowo mengapresiasi kesungguhan Ahok dalam menjunjung transparansi pemerintah. Untuk sementara, LKPP akan menguji coba aplikasi Comcat di Jakarta terlebih dulu pada 2016. "Kita coba nih tahun 2016, kalau itu berhasil maka daerah lainnya boleh pakai. Jadi tujuannya dengan sistem katalog dalam sejam bisa dapat kontraktornya. Jadi bisa mempercepat proses lelang, sekarang kan biasanya berhari-berhari kalau dengan ini sejam bisa dapat," kata Agus. "LKPP juga beruntung ada DKI yang mau dijadiin percobaan mulu, testing ground," pungkasnya sambil tersenyum.

Sebagaimana sudah menjadi rahasia umum, tidak semua orang menyukai sistem e-katalog mengingat transparansi yang dimiliki oleh sistem ini yang mempersempit kemungkinan ruang gerak para oknum-oknum yang bermain di dalam Pengadaan Barang/Jasa ataupun Pekerjaan Konstruksi. Hal tersebut juga diamini oleh Ketua Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) DKI Jakarta, Blessmiyanda yang merupakan salah satu dari 13 asesor penilai pengadaan barang terbaik di Indonesia.

Jumlah pelelangan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta mencapai angka yang sangat besar, yaitu 13.000 paket pada 2016. Oleh karena itu, harus dikerjakan dengan cepat dan efisien agar sesuai perencanaan dan target. Namun, jumlah yang besar kadang membuka penyimpangan dan kesalahan. Masalah ini dapat menyebabkan penyerapan tidak optimal dan target sulit tercapai. Memang masih banyak kendala yang dihadapi dalam membuka peluang yang setara antara penyedia skala kecil dengan pengusaha besar. Penyedia usaha kecil tidak mungkin bisa bersaing dengan penyedia usaha besar jika tidak adanya pembaharuan dan inovasi dalam proses lelang ini.

Blessmiyanda menegaskan bahwa pihaknya tetap melakukan proses scanning terutama terhadap para penyedia melalui vendor management system. Hal ini berarti semua vendor yang masuk dalam daftar harus melalui proses verifikasi lebih dalam.

Meskipun beberapa pihak mengkhawatirkan akan adanya penyedia dan para kontraktor “abal-abal” yang bisa saja memanipulasi terhadap data vendor management system yang banyak andil dalam cara kerja sistem ini, Blessmiyanda menolak anggapan tersebut. Tindakan Manipulatif bisa dilakukan oleh siapa saja, baik penyedia kecil maupun besar bahkan profesional sekalipun. Ini merupakan masalah pokok yang dihadapi oleh LKPP yang dituntut untuk terus melakukan inovasi sebagai solusi efektifnya. Untuk itulah, Pemprov DKI Jakarta menjadi pilot project dalam penerapan sistem aplikasi bernama Competitive Catalogue (ComCat) yang digagas oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Selain melakukan inovasi terus-menerus, hal yang terpenting lainnya setelah inovasi dan perbaikan sistem berhasil dikembangkan adalah controlling dan evaluasi. Dua proses tersebut harus tetap dilakukan dengan ketat sebelum nama atau produk penyedia/para kontraktor masuk ke dalam sistem. “Misalnya ada perusahaan yang menang cepat (quick win), sah-sah saja. Tapi, kita cek dulu apakah dia masuk dalam daftar hitam (black list), kebiasaan, perilaku, track record, semuanya kita cek,” lanjut Blessmiyanda.

Blessmiyanda meyakini, penggunaan Aplikasi Comcat dapat menghemat belanja Pemprov DKI Jakarta tahun ini hingga mencapai 20%. Sebelumnya, tanpa menggunakan Comcat, DKI mampu menghemat hingga 12% pada 2015. Angka ini lebih tinggi dibanding tahun 2014 yang hanya mampu menghemat anggaran belanja sebesar 7,6%. Berdasarkan hasil lelang cepat yang merupakan awal mula sistem Comcat, tahun 2015 nilai lelang berada di kisaran angka 5 triliun, dan pada bulan April 2016 angkanya sudah mencapai 2,9 triliun.

Tidak sedikit dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang kurang yakin atau bahkan menentang penggunaan sistem Comcat. Namun, seiring berjalannya waktu hampir semua lini bersedia menerapkan aplikasi Comcat ini.

Sistem Comcat ini dinilai sudah cukup mengakomodasi kebutuhan user. Begitupun jika dilihat dari aspek manfaat, sistem ini bisa merevolusi pengadaan barang dan jasa. Hanya saja, kenyamanan user serta banyaknya manfaat yang didapat haruslah diimbangi dengan kesiapan sistem Comcat ini sendiri secara teknis. Proyek-proyek di DKI Jakarta jumlahnya bisa dikatakan cukup banyak dengan pergerakan yang juga sangat cepat. Perlu disiapkan sistem yang memadai sehingga dapat mengimbangi alur kerja di Pemprov DKI.

Fokus utama pembangunan di DKI Jakarta saat ini adalah mengacu kepada tiga elemen prioritas yang diikuti oleh tiga elemen penting lainnya. Tiga elemen prioritas meliputi pembangunan perumahan rakyat (rumah susun), pendidikan (gedung sekolah), dan kesehatan. Lalu, tiga elemen berikutnya adalah banjir, jalan raya (lalu lintas), dan transportasi. Enam program besar itu dilelang dengan nilai anggaran total mencapai 9 triliun rupiah. Dalam pengerjaannya tentu saja terbuka bagi penyedia, baik besar maupun kecil. Hanya saja perlu dievaluasi lagi kesiapan dan kredibilitasnya.

Kedepannya, usaha-usaha kecil khususnya dalam bidang konstruksi akan dibuatkan e-katalog
juga sehingga mereka tidak perlu melakukan lelang, tapi cukup melalui katalog. Dengan demikian
aplikasi Comcat ini diharapkan dapat melindungi usaha-usaha kecil sebagai salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat lokal. Kita tidak harus selalu bergantung pada barang-barang impor atau pengusaha-pengusaha yang terafiliasi dengan industri di luar negeri. Jika ini berhasil, tentu saja menjadi salah satu wujud kekuatan anak bangsa.

Para penyedia berskala kecil ini nanti juga secara paralel harus diedukasi kesiapannya dalam memenuhi persyaratan yang dituntut oleh sistem. Misalnya kesiapan yang paling krusial adalah ketersediaan barang dan juga sistem pembayaran. Apabila persyaratan terpenuhi, walaupun masuk UKM atau penyedia berskala kecil dan menengah, mereka dapat berpartisipasi dalam proses lelang cepat ini.

Meski masih berbentuk model, Comcat sudah cukup tersosialisasikan di lingkungan UPPBJ. Menurut Blessmiyanda, jika payung hukumnya sudah siap, sistem ini secara aplikasi bisa segera dijalankan.

0 Response to "DKI sebagai "Kelinci Percobaan" Penerapan Aplikasi Competitive Catalogue Guna Mendapatkan Kontraktor secara Cepat"

Post a Comment