Arsitek Desain Gedung Pemerintah Harus Perhatikan TOR


Sejak dimulai oleh LKPP di tahun 2012, sayembara desain arsitektur gedung pemerintah mulai jamak ditemukan. Meski nilai hadiah yang ditawarkan tidak sebesar sayembara gedung LKPP, setidaknya hal ini telah memacu para arsitektur untuk lebih berkontribusi dalam proyek-proyek pemerintah.

Di luar itu, dari pengalaman LKPP masih banyak arsitek yang mengedepankan ego dalam merancang desain gedung, padahal hal itu belum tentu sesuai kebutuhan calon penggunanya. Hal itu diamini secara langsung oleh Kepala LKPP Agus Prabowo.

Ia mengungkapkan, setiap kali menjadi juri desain arsitektur, dirinya mendapati rancang gedung yang melebihi kebutuhan calon penggunanya.

Agus yang juga merupakan lulusan arsitektur ITB menekankan, desain arsitektur perlu mematuhi kerangka acuan (term of reference) sebagai dasar dalam merealisasikan kebutuhan calon penggunanya. Arsitek, menurutnya, perlu memahami betul kerangka acuan untuk menetapkan strategi dalam menuangkan dan menyalurkan kretivitas tanpa terpancing oleh ego. Sebab, TOR memuat ketentuan-ketentuan yang menjadi panduan bagi arsitek untuk memperhitungkan jumlah lantai, komposisi dan tata letak, hingga desain dasar.

 “Jadi, salah satu kunci memenangkan sayembara adalah mengendalikan ego. Gedungnya bukan dipakai si arsitek; yang pake sini; owner yang pake. Jadi yang menentukan mana yang cocok mana tidak, bukan si arsitek,” ujar Agus beberapa waktu lalu dalam acara bincang-bincang mengupas sayembara gedung LKPP bersama Ikatan Arsitektur Indonesia Jakarta di kantor LKPP.

Menurut ia, penyelenggaraan sayembara desain konstruksi tidak melulu hanya berakhir sebagai suatu kompetisi, melainkan sering kali dibangun dalam bentuk konkret (desain and build). Kepatuhan terhadap TOR serta kapasitas dan kreativitas  arsitek akan menghasilkan desain yang betul-betul mendekati kebutuhan penggunanya. “Arsitek itu manusia yang punya ilmu, punya seni, punya kreativitas, tetapi punya ego yang sangat besar. Ego itu harus dikendalikan,” tegasnya.

Di sisi lain, Agus menjelaskan, panitia sayembara juga harus cermat dalam membuat kerangka acuan yang komprehensif. Artinya, panitia sayembara perlu melakukan penjabaran sesuai dengan kebutuhan riil yang diharapkan. Selain itu, penjelasan dan detail perincian itu juga harus dapat menggiring arsitek pada pemahaman yang baik.

“Jadi, kalau kita membaca TOR—tapi begitu selesai masih bertanya—berarti TOR-nya tidak bagus. Jadi, buatlah TOR supaya orang tuh tidak bertanya lagi (dan) dijawab dengan apa dengan kreativitas desain,” ujarnya.

Lanjutnya, ada beberapa hal yang juga perlu dituangkan ke dalam TOR, khususnya di bidang konstruksi rancang bangun. Sebab, bentuk pertanggungjawaban Detail Engineering Design (DED), model pembagian  risiko, dan mekanisme joint operation harus jelas dan mengikat pihak-pihak yang bersangkutan.

“Jadi, kalau dalam kacamata pengadaan, aturan itu hanya pedoman, tetapi detailnya harus ada di dalam TOR,” pungkasnya.

0 Response to "Arsitek Desain Gedung Pemerintah Harus Perhatikan TOR"

Post a Comment