Pelaku Migas Non-konvensional Keluhkan Keputusan SKK Migas Terkait Aturan Pengadaan


Jakarta - Surat Keputusan SKK Migas tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang atau jasa (PTK-007) telah berimbas kepada pelaku usaha migas non-konvensional. Pelaku migas non-konvensional mengeluhkan aturan pengadaan barang dan jasa karena kegiatan usaha migas non-konvensional masih sedikit dan industri penunjang belum banyak tersedia. Tidak
bisa disamakan dengan migas konvensional. 

Seperti yang disampaikan oleh Chief Operating Officer NuEnergy Gas Ltd. Unggul Setyatmoko, saat ini pihaknya masih menggunakan peralatan barang dan jasa migas konvensional untuk usaha gas metana batubara (CBM). Kenyataannya, kegiatan usaha CBM berbeda dengan migas konvensional. Penggunaan peralatan yang tidak tepat guna malah akan membuat biayanya menjadi mahal.

Menurut Unggul, hal ni sulit dikarenakan nature dari CBM masih pioneer. Aturan PTK-007 untuk migas konvensional yang sudah beroperasi di Indonesia selama beberapa puluh tahun belum tepat untuk diterapkan pada industri CBM,

Menurutnya, alangkah tepatnya jika pemerintah memandang industri CBM sebagai industri penyediaan energi yang masih baru. Bukan disamakan dengan migas konvensional. Pemerintah bisa membuat kebijakan regulasi baru, khusus untuk migas nonkonvensional.

Saat ini barang dan jasa khusus CBM masih minim di Indonesia, ditambah lagi adanya regulasi yang membuat industri penunjangnya sulit berkembang. Pengusaha CBM mau tidak mau harus menggunakan peralatan migas konvensional.

Seharusnya pemerintah memberikan fleksibitas yang disertai dengan perbaikan regulasi akan lebih mudah dan eknomis dalam hal pemboran sumur CBM. Hal inilah yang diharapkan oleh industri migas non-konvensional menggunakan barang dan jasa. Ini bisa mendorong ketersediaan industri penunjang migas nonkonvensional.

Kemudahan regulasi sangat dibutuhkan dalam industri migas non konvensional yang masih dalam tahap awal pengembangannya di Indonesia. Untuk saat ini saja industri CBM di Indonesia baru ada sekitar 100 sumur yang sudah dibor. Pengalaman dari negara lain seperti Amerika dan Australia harus melakukan pemboran pada ribuan sumur agar bisa komersial.

Seabagaimana diketahui secara teknis usaha CBM di Indonesia sangat menjanjikan. Potensi cadangannya sangat besar, mencapai  453 triliun kaki kubik (TCF). Namun, perizinan dan regulasi yang diterapkan pemerintah, menyulitkan kontraktor mengkomersilkan industrinya. Bahkan, menurut dia, sudah ada beberapa investor yang menarik investasi CBM dari Indonesia seperti Total, CBM Asia, Santos, dan ExxonMobil.

Sekadar informasi, NuEnergy Gas Ltd. adalah perusahaan migas asal Australia yang telah memiliki tiga kontrak kerja sama migas (PSC), yaitu Muara Enim, Muara Enim II, dan Rengat, di Sumatera Selatan dan Sumatera bagian tengah.

Pada 20 Mei 2015 lalu perusahaan NuEnergy Gas Ltd. menandatangani kesepakatan dengan Dart International Ltd. untuk membeli 100 persen saham Dart Energy (Indonesia) Holdings Pte Ltd. Akuisisi senilai US$ 1 juta masih menunggu terselesaikannya beberapa kondisi termasuk persetujuan dari Pemerintah Indonesia.

Dengan akuisisi NuEnergy akan memiliki seluruh aset Dart Energy di Indonesia yang terdiri atas tiga kontrak kerjasama blok migas (PSC) dan hak terhadap evaluasi bersama (joint evaluation/JE) atas satu blok CBM. Ini mencakup 45 persen saham di PSC CBM Tanjung Enim dan 50 persen saham di PSC CBM Muralim di Sumatera Selatan, serta 100 persen saham di PSC CBM Bontang-Bengalon di Kalimantan Timur. Selain itu NuEnergy juga memiliki hak JE di CBM Bungamas, Sumatera Selatan.

0 Response to "Pelaku Migas Non-konvensional Keluhkan Keputusan SKK Migas Terkait Aturan Pengadaan"

Post a Comment